Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Mentawai Hatisama Hura menjelaskan ternak babi peliharaan warga tersebut terserang penyakit semenjak tiga bulan belakangan. "Ternak babi yang mati sekitar 7.500 ekor," jelasnya, Selasa (10/3/2020).
Dari hasil pemeriksaan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar dan dari laboratorium veteriner dari rumah sakit hewan, babi tersebut mati diduga akibat wabah penyakit yang menyerang atau Virus Demam Babi Afrika atau yang dikenal dengan African Swine Fever (ASF).
"Veteriner Bukittinggi sudah turun sekitar Februari lalu maupun dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi. Mereka mengambil sampel dan menyelidiki, setelah diselidiki positif ASF," ujarnya.
Babi tertular virus ASF, jelasnya, memiliki gejala seperti mengalami demam, adanya warna kemerahan di sekitar telinga, perut, dan tidak bisa berdiri. Gejala lain yang timbul yakni hilangnya nafsu makan.
Disebutkannya virus-virus itu menyebar lewat serangga, pakaian yang memelihara, dan daging yang belum dimasak. Selain itu, ASF dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi.Namun Hatisama memastikan, virus ini tidak menular pada manusia.
Hatisama Hura mengatakan, rata-rata masyarakat Sipora beternak dua hingga 20 ekor babi karena mereka membaca peluang ekonomi di daerah tersebut. Di samping digunakan untuk kebutuhan budaya di Mentawai yakni setiap pesta syukuran, babi juga dipakai untuk warga non muslim.
Virus ASF dapat bertahan hidup selama tiga tahun di suatu wilayah. Untuk mengurangi resiko terus berkembang dapat dilakukan biosekuriti yang ketat, tetap menjaga kebersihan kandang, penyemprotan disinfektan ke seluruh kandang, dan kebersihan petugas.
"Babi yang mati harus dikubur agar virus tidak menyebar. Jadi sebenarnya, memang harus dibasmi semua," tuturnya.(*/afr)