padanginfo.com-PADANG- Kerajaan Jambu Lipo merupakan sebuah kerajaan yang telah berdiri cukup lama, dengan tinggalan berwujud material dan non-material yang masih dapat ditemui.
Selain itu, kerajaan-kerajaan
yang masih ada seperti Kerajaan Jambu Lipo ini memiliki arti penting bagi
masyarakat, khususnya yang menjadi bagian dari kerajaan tersebut.
Demikian diungkapkan oleh Sudarmoko, SS, MA, Ph.D, Ketua Tim Peneliti Kerajaan Jambu Lipo dalam relis yang diterima padanginfo.com, sehubungan akan diselenggarakannya Festival dan Seminar Kerajaan Jambu Lipo, Rabu dan Kamis (1-2 Desember 2021) ini di Padang.
Menurut Sudarmoko, selama penelitian, banyak hal yang terungkap dari sejarah Kerajaan Jambu Lipo. Di antaranya, prosesi Rajo
Manjalani Rantau melalui penelitian ini menunjukkan bahwa prosesi ini merupakan
salah satu mata rantai yang penting dalam menjaga keberlangsungan kerajaan
Jambu Lipo, terutama dalam hal menjaga hubungan antara pihak kerajaan dengan
masyarakat dan juga daerah-daerah rantau yang memiliki hubungan-hubungan khusus
dan kuat dengan kerajaan.
“Seperti terlihat dalam respons
masyarakat dan nagari-nagari selama prosesi berlangsung. Agenda reguler ini
juga menjadi media dalam mempertahankan ingatan kolektif terhadap kerajaan,
memperbaharui pengetahuan sejarah dan adat istiadat, serta menjadi medium dalam
menyelesaikan persoalan, konflik, dan rencana dalam skala yang luas,” urai
Sudarmoko.
Perhatian penting lainnya,
jelasnya lagi, adalah mengenai tinggalan, ruang-ruang publik, cerita lisan, dan
ingatan kolektif masyarakat mengenai sosial budaya di sekitar kerajaan.
“Hal ini menjadi penting karena
dengan adanya dukungan sosial budaya inilah narasi kerajaan, dan juga narasi-narasi
yang terkait, dapat bertahan dalam ruang dan waktu yang lebih lama,” jelasnya.
Kendati begitu, dalam penelitian
sejarah dan eksistensi Kerajaan Jambu Lipo ini, ada beberapa bagian yang masih
perlu ditelusuri lebih dalam antara lain sejarah, dan kajian arkeologis.
“Penelitian ini perlu pendalaman
lebih lanjut terkait dengan sejarah yang memerlukan penelitian lebih
komprehensif, pengujian dan kajian arkeologis terhadap tinggalan-tinggalan yang
ada. Juga perlu kajian sosiologis dan antropologis terhadap masyarakat, daerah,
dan lembaga-lembaga terkait, kajian bahasa, dan kajian terhadap lingkungan,”
tutup Sudarmoko.
Dari penelusuran pustaka, asal
usul nama Kerajaan Jambu Lipo diperkirakan bermula dari kata "jambhu
dwipa" dalam bahasa Sanskerta yang faedahnya "tanah asal".
Sedangkan menurut Tambo Minangkabau nama Jambu Lipo bermula dari hasil akad
Rajo Tigo Selo di Pagaruyung yang tidak boleh saling melupakan, dengan asal
kata "jan bu lupo" yang faedahnya "jangan ibu lupa".
Kerajaan Jambu Lipo merupakan
salah satu cabang Kerajaan Pagaruyung yang berdiri pada awal zaman ke-10 dengan
raja pertamanya bernama Dungku Dangaka. Susunan Pemerintah Kerajaan Jambu Lipo
sama dengan Kerajaan Pagaruyung yang digunakan oleh Rajo Tigo Selo.
Pada pertama kalinya pusat
Pemerintahan Kerajaan Jambu Lipo berada di Bukit Jambu Lipo. Pada masa
pemerintahan raja ke-4 yang bernama Buayo Kumbang bersama pembesar yang lain
mengadakan perundingan terhadap pertentangan Putih Mengenang yang disepakati
kepada memindahkan pusat pemerintahan ke Nagari Lubuk Tarok.(rel/in/ak)