Notification

×

Indeks Berita

Obituari: Ketika Humor Tak Ada, Hendra Datang Membawa

Minggu, 10 April 2022 | April 10, 2022 WIB Last Updated 2022-04-12T05:47:27Z
Hendra Agusta (dok)



Oleh: Indra Sakti Nauli - Wartawan padanginfo.com

Sewaktu  memperkenalkan diri sebagai wartawan pemula dan menyebut nama ayahnya Sahar BS (alm)  Kepala Biro Antara Sumbar,  di tahun 1990an, saya langsung menjemput ingatan  kepada wartawan pemula ini.

"Anak Pak Sahar...?  Awak yang slip dulu tu sampai oto ta onggok dalam banda? "

Dia tersenyum sembari mengusap rambut yang acak-acakan. 

"Taiingek juo dek Apak yo. Waktu tu awak masih SMA.  Baru pandai baok oto... " jelasnya. 

Peristiwa  itu terjadi  sekitar seperempat abad yang lalu.  Sebuah mobil  Katana teronggok di dalam bandar besar,  depan rumah pribadi Gubernur Sumbar Hasan Basri Durin, Jln. Raden Saleh Padang.  Tak tahu siapa yang memakai mobil itu. Orang ramai mudah menebak, karena ada stiker LKBN Antara di pintu mobil. 

Beberapa saat  setelah kejadian ketika saya konfirmasi kepada  Sahar BS, diakui mobil dinas itu dibawa anaknya. 

"Anak den si Hen mambaok, " kata Pak Sahar dengan logatnya.  

Si Hen dimaksud  adalah Hendra Agusta. lelaki yang memperkenalkan diri kepada saya saat itu. 

Seperti ayahnya, anak muda ini baru saja memulai karir mengikuti jejak ayahnya. Menjadi wartawan. 

Pembawaannya waktu itu masih urakan. Gaya anak muda seusianya.  Rambut acakan,  ransel kerja butut. Sepeda motornya pun tak terurus. 

Hendra sering mampir ke kantor Padang Pres Club (PPC), depan kantor Kejati Sumbar., Jalan Raden Saleh.

Di depan kantor PPC itu ada warung kopi plus meja main domino. Di sanalah Hendra melepas penat, bersama kawan kawan jurnalis muda. Lebih inti sebenarnya bertukar informasi.
 
Saya yang tidak begitu dekat dan akrab, karena jarak usia, lama kelamaan akhirnya menjadi bersahabat. Dia begitu menghormati saya kalau berjumpa. Juga terhadap  jurnalis senior yang lain.

Hendra awalnya memanggil Bapak ke saya, lalu memanggil  abang. Terkadang Mak in. 

Sebagai wartawan pemula,  saya melihat Hendra jurnalis yang gigih. Penuh gagasan untuk mencari ide berita. Pantang menyerah. Berita dan feature nya bagus-bagus.  

Di warung kopi itu, dia selalu menceritakan dari mana liputannya.  Kadang "kedunguannya" dalam mewawancarai nara sumber juga diceritakan.   

Cerita itu membuat kawan kawan lainnya ketawa ngakak. 

"Ndeh.... habis main awak wawancara jo apak tu tadi, " ungkapnya sebelum berkisah panjang. 

Ternyata, berkisah dengan gaya lugu itu menjadi ciri khas Hendra.  Banyak kawan kawan jurnalis seusianya menjadi terhibur  dan ketawa ngakak. 

"Ee.. kalapia ang mah.. " ujar kawan-kawannya menimpali. 

Entah siapa yang membri julukan, panggilan   Kalapia menjadi sapaan  akrabnya. 
**
Hendra memulai karir sebagai wartawan magang di Antara Biro Sumbar. Berbilang tahun magang, Hendra diterima sebagai karyawan penuh. Berbilang tahun pula,  karirnya naik.  Dari reporter ke redaktur.  Dari redaktur  hingga kemudian di SKkan sebagai Kepala Biro Antara di satu provinsi di Sumatera. 
Saya ikut bangga.  Karena usianya masih muda,  35an.  Saya sampaikan ucapan selamat.  

"Ko tikam jajak papa bana mah Hen, "

" Mokasih,  Pak.. " balasnya.

Namun malang tak dapat ditolak, jelang keberangkatan ke tempat dinas yang baru, Hendra  terkena stroke. Separuh badannya kaku.  Lidahnya kelu, tak bisa lagi bicara. Saya terkejut dan tidak yakin mendengar  kabar itu. Usia masih muda bisa stroke. 

Beberapa hari kemudian,  saya konfirmasi istrinya, Ade Budi Kurniati. 
"Alhamdulilah bisa diselamatkan Pak in.  Cuman bicara tak bisa.  Lidahnya kelu " kata Ade, jurnalis di Harian Haluan Padang. 

Saya menyarankan,  kalau selesai pengobatan medis,  dilanjutkan dengan therapy bicara. Pengobatan akupuntur. "Jaga juga emosinya." nasihat saya suatu kali.  

Beberapa sejawat jurnalis juga  menyarankan begitu. 

Dengan penuh kesabaran menuntun suaminya, Ade mengabarkan suaminya sudah mulai bisa bicara. Meski terbata-bata.
Alhamdulillah. 
Beberapa waktu, saya dapat kabar dan lihat, Hendra sudah bisa menyetir mobil sendiri. Tapi saya sangsi juga. Saya tilpon isterinya,  
"Lai aman tu,  Ade? "
"Alhamdulillah, mak In. Ndak ba a do..."
**
Saya bertemu Hendra pasca stroke hanya dadakan, di acara liputan. 

"Alah sehat bana Hen? "

"Alhamdulillah,  baransua mak.." jawabnya dengan  kelu.

Dalam kurun waktu berjalan,  bertemu sang istri,  saya tanyakan juga perkembangan kesehatan Hendra. 

"Lah bisa masuak kantua baliak Pak in, " ujar Ade. 

Terakhir saya berjumpa dalam  kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW)  di Hotel  Mercure Padang, awal Februari 2022. 

"Semangat, pia (Kalapia).." ucap saya. 

Hendra senyum saja. 
**
Jumat malam, 8 April 2022, jelang tidur, saya membuka laman FB di android.  Betapa terkejutnya membaca status banyak kawan kawan jurnalis, mengabarkan Hendra sudah tiada. Hendra dilarikan ke rumah sakit Semen Padang karena stroke lagi. Hendra meninggal sekira jam 19.00 WIB. 

Inna lillahi wa inna illaihi rajiun. 

Saya membayangkan sosok Hendra.  Tingkahnya yang kocak. Rasa hormat kepada yang tua darinya. 

Batin saya berkata-kata.    

Hendra meninggal dalam usia muda, 49 tahun. Meninggalkan 3 anak yang masih bocah. Hampir 10 tahun Hendra berjuang melawan stroke. 

Saya bayangkan lagi sosoknya yang gigih sebagai seorang jurnalis. Sosok yang juga humoris. Sehingga banyak kawan jurnalis menyenangi guyonnya. 

Hendra dimakamkan Sabtu siang di kampung halamannya. Sicincin,  berdekatan dengan makam alm ayahnya. 

Selamat beristirahat Hendra.  Sakitmu telah menggugurkan dosa-dosamu.   

Semoga Ade dan anak-anak diberi kekuatan. Semoga Allah menempatkan Hendra di surgaNya.- (in)

 



 

Tag Terpopuler

×
Berita Terbaru Update