Notification

×

Indeks Berita

Diplomasi Bakso dan Kerupuk Balado

Selasa, 21 Juni 2022 | Juni 21, 2022 WIB Last Updated 2022-06-21T03:46:45Z

Pria Takari Utama

Oleh Pria Takari Utama

(Notaris & PPAT, traveler,  penulis buku dan artikel)


PAGI itu, hari Sabtu (11/6), kami masih dalam perjalanan dari Kota Sousse menuju Tunis, ibu kota Tunisia. Normalnya, waktu tempuh dari kota pantai yang menghadap laut Mediterania itu menuju Tunis, hanya dua jam. 


Namun, ketika mendekat masuk ke Kota Tunis, ternyata jalan macet. Jarum jam sudah menunjuk angka 10.35. Padahal, pukul 11.00 waktu setempat, kami sudah dijadwalkan bertemu dengan Duta Besar RI Zuhairi Misrawi. Pemandu kami, namanya Farhan, asal Mampang Prapatan Jakarta Selatan, saya lihat cukup tegang. Ia tak menyangka jalan macet begini. Maklum, Farhan lah yang saya minta bantuan membuat janji untuk bertemu Dubes. 



Dalam situasi seperti ini, telepon Farhan berdering. “Pak Dubes menelepon,” sergahnya. Ternyata, Dubes memang menanyakan posisi kami sudah berada di mana. Beliau sudah siap sedia menunggu kami di Wisma Indonesia, kediaman resmi Duta Besar.  



Setelah mobil yang membawa kami beringsut-ingsut beberapa lama menembus macet, barulah diketahui macet itu karena ada kecelakaan lalu lintas di depannya. Kami terlambat sampai di Wisma Indonesia. Pukul 11.20 waktu Tunis. Telat tiba 20 menit dari yang dijadwalkan.



Begitu mobil berhenti di depan Wisma Indonesia, dari balik kaca mobil, saya melihat Pak Dubes Zuhairi Misrawi, sudah berdiri menunggu kami di teras kediamannya. Luar biasa, kami disambut ke halaman wisma oleh beliau langsung. Dubes yang merupakan penulis artikel spesialis analisis politik Timur Tengah ini, didampingi istrinya dan beberapa orang staf. Kami menyalami beliau. Hangat sekali sambutannya. Rileks. Jauh dari suasana resmi bertemu pejabat tinggi. Kesan saya, lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini,  sangat rendah hati. 




Janji dapat bertemu Dubes, berawal ketika saya mengontak sahabat saya, Arif Firmansyah. Arif seorang penulis, mantan wartawan media terkemuka, kini praktisi komunikasi dan traveler. Bersama Anton Thedy, bigbos TX Travel, kami pernah jalan bareng menikmati dahsyatnya keindahan Pulau Sangalaki, tak jauh dari Kepulauan Derawan, Kalimantan Utara. Menyelam saat menjelang sunset di perairan bak surga itu. Kami juga terlibat menulis bareng untuk dua judul buku. Terakhir buku tentang merek kolektif bagi sektor UMKN dan pelaku bisnis kreatif yang diberi kata pengantar oleh Sandiaga Uno.




Nah, saya baru ingat berkabar pada Arif, setelah sampai di Kota Tunis, Tunisia. Cukup kaget ia tampaknya atas berita, tiba-tiba saya sudah berada di Tunis. “Rombongan TX Travel, Pak?” tanyanya. 




Saya jawab  bahwa  grup kami ke Tunis merupakan grup gabungan. Dari TX Travel Depok ada 5 orang. Saya pribadi selain jalan-jalan, sekalian survai untuk menjajaki membuat paket wisata Tunisia yang dapat dipromosikan dan digemari wisatawan Indonesia. 




Begitu saya memberi kabar sedang berada di Tunis, seketika Arif mengontak Dubes. Melaporkan bahwa saya bersama beberapa teman sedang berada di Tunis dalam rangka jalan-jalan sekaligus survai soal wisata Tunisia. Nantinya kami akan membuat paket wisata ke negara di Afrika Utara ini. Dubes merespon cepat: “Silahkan beliau menemui saya di KBRI,” pesan Dubes.  Pesan WA Dubes dibuat tangkapan layarnya lalu dikirim Arif ke saya. 




Saya segera berkordinasi dengan Farhan, pemandu kami. Agar diaturkan waktu menemui Dubes. Soalnya program kami mulai hari kedua mengunjungi obyek-obyek wisata di luar Kota Tunis: Sidi Bou Said, Kairouan, Hammamed,  Gafsa, Toezer, Douz, Desert Sahara, Matmata, El DJem dan Sousse. Artinya, kesempatan bertemu Dubes hanya bisa ketika kami kembali ke Tunis. Dan itu jatuhnya pada hari  Sabtu. “Apakah hari Sabtu, yang merupakan hari libur, Pak Dubes bisa menerima?” Itulah pertanyaan saya.




Ada keraguan pada wajah Farhan ketika hal itu saya tanyakan. Saya minta ia mencoba komunikasikan dulu. Jika tak bisa menerima grup yang berjumlah 26 orang, paling tidak, Dubes menerima saya dan 4 orang lainnya grup TX Travel Depok saja. Nanti kami berlima orang minta waktu barang satu jam saja untuk ke luar rombongan guna bertemu Dubes. Maklum ini acara di luar program dan permintaan pribadi saya. Lebih dari itu, Dubes juga sudah mempersilahkan saya datang. Saya perlihatkan kepada Farhan tangkapan layar percakapan Arif Firmansyah dengan Zuhairi Misrawi. 




Farhan yang merupakan mahasiswa S2 studi peradaban Islam pada Universitas Zaitunah itu, segera menindaklanjuti keseriusan saya bertemu Dubes. Ia tak kaku dengan program yang sudah dibuat. Lalu menjalin komunikasi dengan pihak kedubesan.




Singkat kata, alhamdulillah beliau terbuka menerima kami. Tak hanya berlima, tapi juga menerima semua anggota grup wisata ke Tunis. Ada Harry Tjahaja Purnama, Youssef Marzouk, Fifi Lety Tjahaja Purnama


dari Toko Travel. Pula Muhammad, pemandu lokal kami orang asli Tunisia yang sudah menjadi pemandu wisata selama 30 tahun. Semua anggota grup kami yang ke Tunis, 26 orang jumlahnya, bisa ikut pertemuan itu. Begitu rendah hatinya Dubes, bahkan juga mempersilahkan coach, sopir bus wisata kami selama di Tunis ikut masuk. Hebatnya, sempat pula sopir bus yang baik hati, amat sopan dan suka menolong itu minta foto berdua dengan Dubes RI. 




Disebabkan Sabtu  hari libur, tempat pertemuan tidak di kantor KBRI, melainkan dilangsungkan di kediaman Dubes, Wisma Indonesia. Mantap. Dubes siap menerima pada hari libur.  Saya respek dan berterima kasih sekali pada keleluasaan waktu yang diberikan Dubes.




Maka, jadilah pertemuan itu, berlangsung begitu santai. Dubes Zuhairi Misrawi  terkesan sebagai pribadi yang rileks, humoris dan apa adanya. 




Zuhairi yang kelahiran Sumenep ini, dikenal  penulis  buku-buku best seller, antara lain “Mekkah”, “Madinah”, “Al-Azhar”, “Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari”, semuanya dipublikasikan Penerbit Kompas. 




Awal pertemuan, Zuhairi bercerita soal kisah unik penunjukannya sebagai Dubes. Suka dukanya di Tunisia. Juga cerita bahwa ia sebenarnya mau ditugaskan jadi Dubes di Arab Saudi. Namun, dengan berbagai pertimbangan, ia tak bersedia. Barulah kemudian diangkat jadi Dubes di negara penghasil minyak zaitun terbesar di dunia ini. Ia merasa pas dan mantap pada pos ini.




Dubes ke-14 di negara berbahasa Arab dan Prancis ini menguraikan soal pentingnya RI bagi Tunisia. Mulai dari peran Indonesia pada proses kemerdekaan negara Tunisia dari Prancis. 




Ada info yang amat menarik dicatat. Panitia persiapan kemerdekaan negara ini, ternyata dibentuk dan berproses di Jakarta. Tunisia merdeka tahun 1956. Lalu, tahun 1960, Bung Karno berkunjung ke Tunisia. Presiden RI pertama itu disambut gegap gembita oleh 6.000 orang, karena menganggap berjasa pada persiapan kemerdekaan negara ini dari Prancis. 



Bung Karno bersahabat amat akrab dengan presiden pertama Tunisia: Habib Bourguiba. Meskipun pada Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 Tunisia belum merdeka, namun Presiden Soekarno mengundang Habib datang ke KAA Bandung. 



Tak heran jika foto Bung Karno bersalaman hangat dengan Habib, menjadi foto poster besar pada ruang tamu Wisma Indonesia. 



Dubes juga memaparkan pentingnya peran RI dan ASEAN dengan Tunisia. “RI adalah satu-satunya negara ASEAN yang punya kedutaan di Tunis,” urainya. Kerennya lagi, neraca perdagangan kita dengan Tunisia selalu surplus. Artinya ekspor RI ke Tunisia senantiasa lebih besar daripada impornya. Komoditas apa saja yang jadi andalan ekspor RI?Antara lain sawit dan furnitur. “Hampir semua furnitur hotel-hotel di Tunis merupakan produk Indonesia,” paparnya. Sedang ekspor Tunisia ke RI antara lain kurma dan minyak zaitun. 



Dubes juga berbagi ide. Ia menyarankan agar tour & travel Indonesia membuat wisata tematik ke Tunisia. Misalnya, wisata ke situs-situs para wali. Ada wali terkenal di sini. Namanya Imam Abdul Hasan. Pula ada makam sahabat nabi, tukang cukur Rasulullah SAW, namanya Abu Zamah Al Balawi (kami sempat diajak ziarah ke sini). Jangan lupa  yang amat menarik lagi yaitu wisata histori jejak langkah Presiden Soekarno di Tunisia. Wisata pelajar untuk pendalaman bahasa Arab di Tunis, juga bagus sekali. “Saya akan bantu kemudahan untuk mendapatkan calling visa-nya,” ujar Zuhairi.


Sebagai traveler Indonesia yang sudah  seminggu berada di Tunisia, Dubes tampaknya tahu persis jika kami sudah kangen masakan Nusantara. Beliau dan istrinya, Ibu Nurul namanya, menyiapkan menu bakso. Aha, pucuk dicinta ulam tiba. Kami kangen bakso, ibu Dubes bak menangkap suara hati kami dan menyediakannya. Jadilah kami menyantap bakso begitu nikmatnya. Berbincang begitu akrabnya. Istri saya, ibu Nadia, tak lupa juga membawa buah tangan. Aneka kerupuk khas dari Ranah Minang, kerupuk sanjai, kerupuk balado dan teman-temannya. 


Ya, makanan khas Nusantara, telah menjadi perekat hubungan baik di mana-mana. Pertemuan yang begitu mengesankan itu harus berakhir karena jarum jam sudah lewat pada angka 13.00 waktu setempat. Kami harus segera ke Bandara Internasional Carthage untuk kembali ke tanah air.  Terbang dengan pesawat Turkish Airline menuju Istanbul sebagai bandara transit. Lalu terus pulang ke Jakarta menempuh perjalanan antar benua dengan beda waktu 6 jam lebih lambat dari WIB. Terima kasih atas sambutan yang di luar ekspektasi kami, Pak Dubes. Barakallah semuanya. Dan, para pembaca yang ingin menikmati sensasi eksotik Tunisia, bersiap-siaplah. Keren sekali pokoknya (**)

Tag Terpopuler

×
Berita Terbaru Update