Satupena Sumbar akan bedah buku "Syiar Cinta tapa Kopi, karya Mohamad Isa Gautama
padanginfo.com-PADANG- Dua orang ahli sastra Indonesia, Dr Free Hearty dan Narudin Pituin, akan mengupas puisi Syair Cinta tanpa Kopi karya Mohammad Isa Gautama, penyair Indonesia yang dosen sosiologi
Universitas Negeri Padang. Bedah buku yang diinisiasi DPD SatuPena Sumatera Barat dan Dinas
Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat ini digelar via zoom, tanggal 11 Juli mendatang, pukul 10.00
WIB.
“Bedah buku ini merupakan salah satu kegiatan pra-International Minangkabau Literacy
Festival (IMLF), yang puncaknya akan digelar 22-27 Februari 2023 di Kota Padang, Kota
Padangpanjang, Kota Bukittingi, dan Kabupaten Agam. Kegiatan yang didukung Pemerintah Provinsi
Sumatera Barat dan DPP SatuPena Indonesia ini, diikuti ratusan peserta dari 11 negara,” kata Ketua
DPD SatuPena Sumatera Barat, Sastri Bakry, Jumat (8/7/2022) di Padang.
Penyair Mohammad Isa Gautama mengatakan, buku Syair Cinta tanpa Kopi berisikan 50 puisi bertajuk syair cinta, mengabarkan persoalan cinta. Namun cinta dalam buku ini bukan cinta bernuansa asmara.
“Saya sungguh tak berdaya memandang segala riak dan gelombang yang terjadi atas nama
cinta, karena ia ada sejak manusia bernyawa dan tentunya akan terus ada sampai dunia tiada.
Tinggal kita membaca hal-hal kecil sebagai apa dan bagaimana semua itu (sedikit banyak) mengubah
kita menjadi lebih arif memaknainya,” kata putra dari Prof. Harris Effendi Thahar itu
Bagi penyair yang juga dosen sosiologi UNP kelahiran Padang, 21 November 1976 ini, buku
Syair Cinta tanpa Kopi adalah buku kumpulan puisi ketiga. Sebelumnya Jalan Menangis Menuju
Surga (basabasi, 2018) dan Bunga yang Bersemi kala Aku Sunyi (Bitread, 2019).
Menurut penyair asal Bali Wayan Jengki Sunarta, puisi-puisi karya Isa Gautama menyajikan
silang sengkarut persoalan umat manusia terkini. Bukan suatu kebetulan bahwa penyair ini juga
seorang dosen sosiologi, sehingga ia begitu cermat mengamati fenomena sosial yang kemudian
diolahnya menjadi puisi-puisi yang srat perenungan.
“Dalam puisi-puisi cinta ini, pembaca akan dihadapkan pada persoalan kontemporer umat
manusia, tragedi pandemi, ketimpangan dan ketidakadilan sosial, narasi kaum urban, politik,
keserakahan manusia, kehancuran lingkungan-alam, renungan spiritualitas, dan hal-hal yang
menarik perhatian penyairnya,” kata Wayan.
Moderator bedah buku ini, Yurnaldi mengatakan, dua pembedah buku kumpulan puisi Syair Cinta tanpa Kopi ini adalah ahli sastra yang menarik dicermati pemikirannya.
Narudin adalah sasrtawan, penerjemah, dan kritikus sastra Indonesia. Narudin dikenal melalui
karyanya berupa puisi, prosa, terjemahan, esai, teori sastra dan kritik sastra. Dia ahli Posemiotika,
pengajar , pembedah buku, dan pembicara seminar bahasa dan sastra tingkat nasional dan
internasional.
Sedangkan Free Hearty, doktor bidang sastra dan budaya, selain dikenal sebagai sastrawan
dan dosen, dulunya juga penari dan wartawati. Karya-karyanya sudah banyak terhimpun dalam
bentuk buku kumpulan puisi, novel, dan Direktur Eksekutif Woman for Harmony Institute (WOHAI)
dan Ketua II Wanita Penulis Indonesia Pusat (WPI) ini, juga sering diundang sebagai pembicara dan
membacakan karya-karyanya di berbagai pertemuan sastra dan budaya nasional, regional, dan
internasional.
SatuPena adalah organisasi penulis Indonesia yang punya kepengurusan di pusat (Jakarta)
dan di seluruh provinsi di Indonesia. DPD SatuPena Sumatera Barat sebelumnya sudah menggelar
sejumlah kegiatan untuk membangun literasi di Sumatera Barat dan bertekad akan menjadikan
Sumatera Barat sebagai Provinsi Literasi. Untuk menggerakkan semangat literasi di Minangkabau
yang kaya penulis sejak zaman sebelum kemerdekaan sampai sekarang ini, SatuPena Sumatera Barat
sudah melantik Bundo Literasi Ny Harneli Bahar, istri Mahyeldi Ansyarullah, gubernur Sumatera
Barat.
“Bedah buku salah satu kegiatan untuk memotivasi dan menginspirasi penulis agar tetap
intens berkarya. Sekaligus untuk membangun dan lebih memasyarakatkan Gerakan Literasi Nasional
untuk perkenalkan pemikiran penulis dan kekayaan budaya Minangkabau sebagai literasi yang luar
biasa,” tambah Sastri yang juga penulis, sastrawan, dan mentor/widyaswara di Kementerian Dalam
Negeri.