Mas Tono |
PADANG-padanginfo.com-
Sukses membuka usaha bakso di Padang, bukan membuat Tono lupa diri. Ia pernah bekerja
membanting tulang sebagai buruh . Itu dilakoninnya, di kampung kelahirannya, daerah
Karanganyar, Solo, Jawa Tengah.
Ia harus bekerja
siang-malam membangun jembatan, jalan dan gedung perkantoran. Ini dilakukannya untuk membantu perekonomian ayah-ibunya. Si
bungsu dari 7 orang bersaudara itu sadar benar bahwa orang tuanya tidak akan
kuat lagi bekerja sebagai petani, karena faktor usia. Itu sebab, ia ingin bekerja
keras guna membahagiakan orang-orang dicintainya.
Keberhasilan
Tono bukan semuda membalik telapak tangan. Sebab didalam hatinya telah tertanam semangat hidup,
yaitu ingin sukses. Kisah sukses berawal
pada Tahun 1979. Saat itu, ia mendapat tawaran dari teman sekampung berkerja di
Padang. Tapi ayah-ibunya keberatan melepas Tono merantau.
“Kalau kamu
mau merantau, ya di daerah dekat-dekat saja,” kata Tono meniru ucapan ibunya.
Namun Tono tetap nekad, setelah menyakini orang tuanya. Bahwa dia akan mengubah jalan kehidupan yang lebih baik.
Tono pun berangkat ke Padang, menumpangi
kapal Bogowonto.
Di Padang,
ia bekerja sebagai pelayan miso Raya, persis di halaman pojok Bioskop Raya.
Miso, milik mas Giarto itu dikenal
laris-manis. Setelah mendapat pengalaman meracik resep miso (sekarang bakso),
Tono berhenti. Di situ Tono bekerja
hanya sekitar 3 tahun.
Kemudian
Tono membuka usaha sendiri. Ia ingin
hidup mandiri. Ia mulai berjualan bakso gerobak dari gang ke
gang, masuk kampung ke luar kampung di kawasan Jati, Pasar Alai, Ampang, Padang
Baru Timur, Tamsis hinga ke asmara Polisi, Jalan Mangunsarkoro. Bakso Tono mulai
dikenal dilingkungan tersebut. Usahanya maju. Berjualan , mendorong gerobak
bakso itu dimulainya dari tahun
1983-1985.
Setelah 2
tahun keliling kampung mendorong gerobak, ia akhirnya mangkal berjualan di
depan pagar stasiun TVRI, Jalan Jati
Adabiah. Pelanggannya bukan saja karyawan TVRI dan siswa Adabiah, tapi juga
dari gang-gang, tempat ia pernah jualan keliling.
Tahun 1989,
ia melepas status lajanga. Kartini, istri yang dipersuntingnya, berasal dari
Karanganyar, Solo, yang juga satu kampung
dengan Tono. Pasangan itu bertemu di kawasan Jati. Saat itu Kartini, sehari-hari berjualan jamu gendongan. Namun, setelah
berkeluarga, Kartini ikut membantu usaha suami jualan bakso. Pasangan ini, kini
dikarunia dua orang
Pagi hingga
sore, Tono berjualan di depan TVRI itu, dan menjelang petang, ia kembali
berjualan di simpang Jembatan Adabiah. Nama
bakso mas Tono makin dikenal saja hingga sekarang di kwasan itu. Order pesanan bakso untuk acara baralek , ulang tahun dan
syukuran datang bertubi-tubi. “Saya harus siap melayani pesanan itu,” ujarnya. Saat
itu, Ia baru memperkerjakan 10 orang karyawan, ditambah saudara kandungnya yang
didatangi dari kampung
Bahkan, saat
sehari sebelum lebaran, ia harus memenuhi
pesanan dari Walikota Padang
Mahyeldi. Juga pesanan dari Gubernur Sumbar, Kapolda Sumbar, Sekda
Padang, Kapolresta Padang. “Sampai kini pesan bakso buat lebaran bagi pejabat
itu masih berlangsung. Malah bila ada rapat di kantor Polda, dan Polresta, mereka selalu memesan bakso,”
ujar Tono, yang kini berusia 54 tahun.
Bukan itu
saja, warung bakso yang dibangun permanen di Jalan Jati Adabiah Padang itu, tak
berapa jauh dari simpang Jembatan Adabiah itu tak asing lagi bagi walikota
Mahyeldi, mantan Rektor Unand Prof . Tafdil Husni, mantan Ketua KPU Pusat Alm.
Husni Kamil Malik, Ketua Yayasan Adabiah, Prof. Alm Muchlis Muchtar, Dirut RS
Semen Padang dr. Farhan Abdullah. “Mereka bila ada waktu sengang, kerap makan
bakso di sini, ya langganan tetaplah,” tambah Tono.
Tono
mengaku, baksonya yang digemari kalangan pejabat dan masyarakat Padang, karena dikemas dari daging sapi murni, sehinga rasanya enak, gurih dan empuk. Pada tahun 2000-an, ia pernah
menghabisi 150 Kg daging sapi per hari.
Selain bakso super rudal beranak yang populer
dikalangan anak remaja itu ,Tono juga
menjual mie pangsit. Menu yang ditawarkan dapat dijangkau oleh semua kalangan, dengan
harga Rp.15.000 per porsi
Tono, keberatan disebut sebagai pengusaha bakso
yang sukses, Namun ia harus bersyukur atas rezeki yang diberikan
Tuhan padanya. Ia tahu, ada hak orang
lain dalam rezeki yang diperolehnya . Itu sebab, ia rutin membantu anak yatim, membantu keluarga tak mampu, termasuk ia mewakafkan
sebagian tanahnya untuk pembangunan Mushala Al Iman , yang berada tak jauh dari warung baksonya. Dari usaha
bakso tersebut, ia juga memiliki aset tak bergerak sebagai investasi masa depan
Ia
bercerita, warung bakso berlantai dua, miliknya itu, sebelumnya adalah tempat ia menumpang bangku dan meja
pada pemilik rumah. Sebab , setelah berumah tangga , ia harus berjualan sampai malam di simpang
Jembatan Adabiah. Namun ia tak menyangka, rumah tempat ia menitip bangku dan
meja di jalan Jati Adabiah itu, kemudian
dibelinya.
Tono, ketika
diwawancari padanginfo.com di kedai baksonya yang permanen, Sabtu
lalu, tiba-tiba menetes air mata. Ia teringat, ibunya menangis, ketika ia
dilepas merantau ke Padang.
Sambil
menangis, Tono mengisahkan niatnya tak kesampaian mengajak ayah-ibu menunaikan
ibadah haji ke Mekah. Karena, Karyono, ayahnya meninggal tahun 1985, menyusul
Maryam, ibunya tahun 1994. Tono dan keluarga telah dijadwalkan oleh biro
haji berangkat 5 tahun lagi untuk menunaikan ibadah haji .Sebelumnya ia telah
pernah menunaikan ibadah umroh. Semoga (asril koto)