Kisah Lawang Sewu bermula dari pembangunan gedung untuk operasionalisasi perusahaan kereta api Hindia Belanda atau Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Awal abad ke-20 atau pada 1900, pembangunan Lawang Sewu dimulai dan selesai tahun 1904.
Sejumlah arsitek terkenal Belanda di zaman itu ikut menyumbang merancang desain pembangunan Lawang Sewu, di antaranya Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag. Nama arsitek ini tertulis pada prasasti marmar setinggi 1 meter di tangga menjelang ke lantai 2.
Bangunan Lawang Sewu dirancang memiliki jendela dan pintu yang sangat banyak sebagai sistem sirkulasi udara.
Karena pintunya sangat banyak, masyarakat menganggap jumlahnya seribu sehingga disebut sebagai Lawang Sewu. Padahal jumlah keseluruhan pintu dicatatkan 928 buah. Masih kurang 72 pintu lagi.
Selain jumlah pintunya, keunikan Lawang Sewu juga terletak pada ornamen kaca patri yang menceritakan banyak hal bersejarah.
Lawang Sewu yang sudah menjadi Cagar Budaya Nasional ini direnovasi semasa Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo.
Mantan Pangkostrad ini mengerahkan pasukan tentara untuk membersihkan bangunan sebelum direhab sesuai aslinya.
Lawang Sewu kemudian dibuka untuk umum pada pertengahan 2011 setelah diresmikan oleh Ibu Negara Ani Yudhoyono.
Ketika saya bertanya seloroh kepada Yanto, satu petugas securiti di sana menjawab, pada malam hari masih terdengar bunyi-bunyi aneh. Suara tangisan perempuan dan suara gaduh dari satu ruangan.
Tidak takut, mas..?
"Istigfar aja, Pak..Baca yasin.."
"Serem juga ya..Tapi view untuk foto-foto bagus semua.. " ujar Fitri dan Aila, dua orang jurnalis perempuan asal Padang sambil mengusap tengkuknya mendengar cerita kisah dari dunia lain itu.
Memang dari satu ruangan di Lawang Sewu, ada ruangan yang dipakai dulunya sebagai ruang penyiksaan oleh penjajahan Belanda dan kemudian oleh Jepang sebagai penjajah berikutnya. Kusah yang sama juga terjadi di Lobang Jepang Bukittinggi, Sumatera Barat.
Kini masuk Lawang Sewu tak lagi gratis. Tanda masuk dibandrol Rp20.000 dewasa dan Rp10.000 untuk pelajar dan anak-anak.
Bila Anda berkunjung, sudah ada pemandu wisata yang siap bercerita tentang sejarah dan kisah heroik yang mencekam.
Saat saya mengitari area Lawang Sewu bersama rombongan studi banding Forum Wartawan Parlemen Sumatera Barat dipimpin Ucok Novrianto, ruangan yang boleh dimasuki untuk umum hanya di lantai 1. Ruangan di lantai 2 dan 3 serta bangunan di sisi belakang sedang direnovasi. Tidak bisa dimasuki. -