Notification

×

Indeks Berita

Pesta yang Hendak Dicuri

Minggu, 07 Mei 2023 | Mei 07, 2023 WIB Last Updated 2023-05-07T18:07:36Z





Oleh : Amin Wijaya

(Penulis Pengelola daur ulang sampah dan Pendamping kelompok Tani Sleman, DIY)


padanginfo.com-YOGJAKARTA- Beberapa waktu yang lalu santer beredar berita tentang pembagian amplop di sebuah masjid yang berada di wilayah Sumenep. Amplop yang berwarna merah dengan simbol banteng dan nama yang punya hajat itu berisi sejumlah uang. Peristiwa ini mendapat perhatian luas dari masyarakat. 


Sebagian besar menanyakan apa maksud di balik pembagian amplop tersebut. Dan selanjutnya menyayangkan terjadinya pembagian amplop di tempat ibadah. Peristiwa 26 Maret 2023 itu kemudian diakui oleh Said Abdullah, kader PDIP yang duduk sebagai Ketua Badan Anggaran sebagai hal yang rutin dilakukannya setiap tahun. "Saya lakukan setiap tahun sejak 2006 lalu, bahkan jika ada rezeki berlebih, malah ingin rasanya kami berzakat lebih banyak menjangkau kaum fakir miskin," katanya. Meskipun sudah diakui sebagai zakat, banyak pihak yang tidak puas dengan keterangan itu.


“Paling tidak jika benar itu zakat, harusnya disalurkan melalui badan amil zakat setempat. Sehingga jelas siapa yang menerimanya,” terang Kyai Amin Asnawi, pengasuh pengajian Pesanggrahan, Banguntapan, “ada ketentuan mengenai penerima atau asnaf untuk

zakat. Ya kalau asal diberikan itu bukan zakat namanya”. Polemik itulah yang mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menelusurinya. Tujuh hari waktu yang dibutuhkan oleh Bawaslu untuk menyelidiki peristiwa pembagian amplop tersebut. Menurut Rahmat Bagja, Ketua Bawaslu RI, penempatan logo dan foto diri mengesankan citra diri seseorang merupakan salah satu unsur kampanye apalagi itu dilakukan di tempat ibadah. Meskipun begitu peristiwa tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye pemilu.


“Bawaslu menyimpulkan tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilu dalam peristiwa pembagian amplop berisi uang yang terjadi di tiga kecamatan di Kabupaten Sumenep,” terang Rahmat Bagja.


Putusan ini tentu jauh dari esensi yang seharusnya dipahami oleh Bawaslu RI sebagai lembaga pengawas. Menurut Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif Lingkar Madani, “Mengangkat kasus ini sebagai semata urusan apakah ada kampanye atau tidak, justru mengaburkan pokok soal dugaan adanya praktik politik uang dan penggunaan rumah ibadah untuk keperluan politik”.


Jelas sekali Bawaslu RI seolah memberikan tafsir yang sedemikian bebas atas pembagian uang di tempat ibadah. Dengan demikian itu menjadi lampu hijau bagi bakal calon legislatif dan atau partai politik calon peserta pemilu untuk melakukan politik uang. Padahal berdasarkan pasal 270 huruf (j) dan (h) UU Nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum kegiatan semacam ini jelas merupakan pelanggaran. Selain karena berada di tempat ibadah juga karena memberikan sejumlah uang.


Kesembronoan semacam ini terus menerus dilakukan oleh lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu. Mulai dari polemik pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari tentang sistem pemilu proporsional tertutup. Pernyataan yang disampaikan dalam sambutan acara Catatan Akhir Tahun KPU RI, 29 Desember 2022 itu, Hasyim Asy’ari mengungkapkan kemungkinan Pemilu 2024 kembali kepada sistem proporsional tertutup.

Perdebatan yang panjang tentang pernyataan Ketua KPU RI ini akhirnya dibawa ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pada 30 Maret 2023 DKPP menjatuhkan sanksi peringatan ringan kepada Hasyim Asy’ari sebagai Ketua KPU RI.


Dua peristiwa ini hanya puncak gunung es dari upaya-upaya untuk mencuri pesta demokrasi dari tangan rakyat. Hak rakyat untuk mengevaluasi dan mengembalikan mandatnya kepada wakil-wakil rakyat lima tahun sekali ini terus menerus mendapat gangguan. Kebebasan dalam memilih tentunya juga harus dijamin dengan rasa adil dan setara dalam proses pemberian suaranya. Bagi rakyat, pesta demokrasi tahunan setiap lima tahun sekali merupakan satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan mandatnya sebagai bagian dari Republik Indonesia ini. Apa rasanya diberi kebebasan tetapi kita tidak percaya bahwa akan ada perlakuan adil dan setara bagi semua?


Kepercayaan rakyat dari hari ke hari juga semakin menipis kepada pemerintah terkait pergantian kekuasaan sebagai konsekuensi dari tidak tegasnya sikap pemerintah dalam isu-isu politik terkait pemilu. Seperti isu tiga periode, penundaan pemilu, sistem pemilu terbuka atau tertutup, dan sikap non-partisan penyelenggara dan pengawas pemilu. Bahkan saat ini masih berlangsung upaya judicial review tentang sistem pemilu proporsional terbuka. Berderet peristiwa ini hanya memberi tanda pada arah upaya untuk mencuri pesta demokrasi dari tangan rakyat. Jika itu terjadi maka konstitusi tidak lagi menjadi bahan pertimbangan penyelenggara negara dalam membawa arah bangsa ini ke depan. []


Tag Terpopuler

×
Berita Terbaru Update