“Tantangan ke depan semakin tidak terduga. Kita bukan hanya menghadapi ancaman fisik, tetapi juga ancaman yang tak kasat mata. Pandemi, konflik global, revolusi teknologi, hingga krisis iklim telah membawa dampak dan risiko ketahanan negara. Kita harus memiliki jiwa Bela Negara sebagai pilar utama yang menjadikan kita tangguh dan cerdas dalam menghadapi situasi yang tidak menentu,” katanya.
Sejarah HBNH
HBN ditetapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Kepres Nomor 28 tahun 2006.
Melansir Lemhanas RI, sejarah awal ditetapkannya tanggal 19 Desember karena pada tanggal tersebut terjadi sebuah peristiwa sejarah yang besar. Yaitu, pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada tanggal 19 Desember 1948.
Meski sudah merdeka namun ketiadaan pemerintahan dimanfaatkan oleh pihak Belanda dalam Agresi Militer II. Kala itu, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditangkap.
Sehingga terpaksa membentuk pemerintahan sementara bernama PDRI. Agresi militer Belanda II tersebut memiliki tujuan untuk menguasai Ibu Kota Negara yang saat itu ada di Yogyakarta.
Serangan mendadak tersebut segera disikapi oleh Presiden Soekarno yang memberi perintah kepada Menteri Kemakmuran Sjarfuddin Prawiranegara. Di mana pada saat itu untuk membentuk PDRI.
Imbas terbentuknya PDRI membuat Belanda tidak bisa mengambil alih Indonesia. Hingga kemudian berakhir ketika perjanjian Roem-Royen yang disepakati oleh Belanda dan Indonesia dan disahkan pada 1 Juli 1949.
Guna mengenang sejarah perjuangan PDRI, pemerintah Republik Indonesia membangun Monumen Nasional Bela Negara. Monumen tersebut berdiri tepat di Jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat.
Peringatan HBN di halaman Kantor Gubernur Sumbar dihadiri oleh Gubernur Mahyeldi, Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI. Muhammad Hasan, unsur Forkopimda dan undangan lainnya dari ormas serta pelajar dan mahasiswa. (in).