Notification

×

Indeks Berita

Koruptor Terbanyak Berpendidikan Tinggi

Rabu, 15 Mei 2019 | Mei 15, 2019 WIB Last Updated 2019-05-15T07:25:09Z
Padang.com - JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengungkapkan, sebagian besar pelaku korupsi merupakan orang-orang yang berpendidikan tinggi.

Laode berkaca pada data KPK soal pelaku korupsi Indonesia sejak 2004-2015. Sekitar 86 persen koruptor merupakan lulusan perguruan tinggi.

Hal itu disampaikan Laode dalam Koordinasi Implementasi Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Rabu (15/5/2019).

"Kalau kami lihat dari individu yang terjaring korupsi di KPK saja misalnya, strata pendidikan mana yang paling dominan? Master (S-2). Disusul oleh sarjana, disusul doktor. Jadi, para koruptor itu yang paling banyak adalah yang mempunyai pendidikan tinggi," kata dia. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif dalam Koordinasi Implementasi Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Sementara itu, pelaku korupsi dari pendidikan menengah, seperti SMA dan SMP cenderung sedikit.

Menurut Laode, biasanya mereka berperan turut serta. "Ya, terjepit di antara keadaan, karena dia turut serta melakukan perbantuan, ikut terseret. Jadi benar bahwa yang paling banyak itu pendidikan tinggi," ungkapnya seperti dikutip kompas.com.

Dari temuan itu, Laode menganggap perguruan tinggi bertanggung jawab atas maraknya kejahatan korupsi yang dilakukan lulusannya.

Laode menilai, perlunya penguatan pendidikan antikorupsi dan perbaikan tata kelola di kampus.

Pendidikan antikorupsi, kata Laode, tak sekadar hanya masuk kurikulum atau dalam mata kuliah.

Menurut dia, pendidikan antikorupsi harus diterapkan pula oleh para pengajar.

"Pernah enggak ada dosen yang masuk di koran melakukan plagiasi? Ada. Jadi memang paling penting, menurut saya, bagaimana menerapkan nilai antikorupsi itu. Masuk dalam kurikulum langkah baik, tapi yang lebih baik lagi bagaimana kita menginternalisasikan pendidikan karakter dan integritas antikorupsi dalam keseharian kita," ujarnya.

Laode juga mencontohkan pengalamannya saat menjadi dosen. Ia selalu mengembalikan hasil koreksi tugas atau ujian ke mahasiswanya.

Hal itu sebagai bentuk transparansi. Sehingga mahasiswa mendapat timbal balik yang baik.
"Kalau kita lihat belum pekerjaan mahasiswa itu semua kita kembalikan kepada anak yang kita periksa. Sehingga apa yang terjadi? Ya dia tidak tahu salahnya, dia harus perbaiki dimananya susah," kata dia.

Ia bersyukur sebanyak 4000 dosen sudah mengikuti training of trainer antikorupsi. Laode berharap mereka juga bisa membagikan kemampuannya ke dosen lain.

"Kita bersyukur karena sudah ada yang di ToT oleh Kemenristekdikti sekitar 4000-an dosen. Saya pikir itu jadi satu bekal paling baik," ujar dia.

Terkait perbaikan tata kelola, Laode menyinggung beberapa hal, seperti perlunya perbaikan sistem pemilihan rektor, penanganan konflik kepentingan di kampus hingga perbaikan jalur penerimaan mahasiswa.(*)

Tag Terpopuler

×
Berita Terbaru Update