Notification

×

Indeks Berita

In Memorium: Mengenang Uda Ril, Si Pemaaf Nan Pagarah

Rabu, 05 Mei 2021 | Mei 05, 2021 WIB Last Updated 2021-05-05T00:44:10Z

 


                                   

 

Sandra (duduk) dan Sherly (berdiri). Dua Putri Suhasril berdoa setelah di pemakaman.

Catatan Indra Sakti Nauli 

padanginfo.com-PADANG-Saya tak ingat kapan kenal pertama dengan Da Ril Tapi dalam perjalanan hidup kami menjadi dekat dan saling berkomunikasi.

 Suhasril Sahir. Demikian nama lengkapmya. Akrab dipanggil Da Ril oleh  yang muda. Kelahiran 17 Januari 1954 adalah wartawan Harian Sinar Harapan. Surat kabar nasional yang dikenal dengan pemberitaannya yang “keras.” Saking kerasnya pemberitaan Sinar Harapan, surat kabar ini dihentikan penerbitannya  oleh pemerintahan Presiden Suharto tahun 1986. Awaknya kemudian migrasi ke koran baru dibawah kendali pemerintah, Harian Suara Pembaruan.

 Saya  memulai karir menjadi koresponden di Harian Pelita Jakarta, tahun 1989. Surat kabar yang semula  membawa suara PPP, kemudian dikendalikan oleh orang Golkar. Sebelumnya, saya reporter magang di Harian Singgalang. Uda Ril juga pernah menjadi wartawan Singgalang ketika masih mingguan, di paruh waktu 1970an hingga awal 1980an. Da Ril satu angkatan dengan Bang Makmur Hendrik si Giriang-giriang Perak,  Uda Anwar Thahar dan Yurman Dahwat (alm).

 Dari segi usia, saya dan Da Ril  terpaut 15 tahun. Karena  sama-sama koresponden koran terbitan Jakarta, kami sering berbagi info. Harian Sinar Harapan yang terbitnya sore, wartawannya sudah mengirim berita sebelum jam 12.00 siang. Di sinilah awal-awal  saya sering berkomunikasi dengan Da Ril kalau bertemu di ruang humas Pemprov Sumbar atau Pemko Padang.

 “Apo berita hot nan bakirim tadi, Da Ril…?”

Suhasril Sahir (alm)

Biasanya Da Ril enggan memberi tahu sebelum berita yang dikirimnya itu betul-betuk dimuat.   Tapi belakangan dengan cara saya sendiri, berita da Ril bisa saya dapatkan. Tinggal saya mengembangkan materidari yang telah dimuat Sinar Harapan.

 Di Biro Humas, saya disuruh Da Ril mencatatkan diri sebagai wartawan yang terdaftar. Sebagai wartawan baru dan muda, saya tentu manapi-napi di antara wartawan senior yang sudah lama berposko di rumah bagonjong itu. Lama kelamaan, karena sering  dibawa dalam liputan gubernur, saya mulai mengakrabkan diri dengan senior-senior. Seperti Mufti Syarfie (Haluan), Wall Paragoan (rekan Da Ril di Sinar Harapan), Yan Abdullah (Harian Merdeka), Ahmad Zulkani (Kompas), Akmal Darwis (Singgalang), Boneh Sutan Mantari/alm (LKBN Antara), Zulnadi (Semangat) dan beberapa nama lain.

 Dalam liputan ke daerah, semasa Gubernur Hasan Basri Durin dan Wagub Sjoerkani, rombongan sekali waktu menginap di daerah. Terutama bila daerah yang dikunjungi sangat jauh. Seperti Sijunjung, Solok Selatan dan Pasaman.

 Untuk urusan menginap ini, saya sering disatukamarkan dengan Da Ril. Pertama saya menerima saja. Kali berikutnya begitu juga. Belakangan baru saya tahu, kawan yang pernah sekamar dengan da Ril sering terusik tidurnya. Sebab Da Ril sudah bangun sebelum waktu Shubuh. Katuntang air bak inilah salah satu yang membuat kawan satu kamar Da Ril tidak nyaman.

 Saya yang menganggap hal ini biasa saja, baru tahu setelah ada kawan yang bertanya.

“Jam bara da Ril jago pagi tadi…?" tanya seorang teman. 

Seingat saya, da Ril memang bangun pagi-pagi, mandi dan shalat tahajud. Sampai kemudian Shalat Subuh.

 Kali berikutnya, kalau sama-sama diundang kunjungan luar kota, giliran Da Ril minta disekamarkan dengan saya. Bagi saya, karena sudah tahu kurenah, aman-aman saja sekamar dengan Da Ril. Bagi Da Ril, rupanya tak tahan juga dibully sesama rekan wartawan. Garah kudo ini bikin telinga panas. Apalagi kalau ada yang tukang kompor.

 Ini cerita Da Ril, dia pernah melempar asbak di PWI karena garah kudo ini. Yang dilempar adalah Darlis Syofyan (alm). Asbaknya pecah. Ketika waktunya sudah berjalan berbilang tahun, dan saya tanyakan kepada kedua senior ini, keduanya saling ketawa mengenang peristiwa itu.

 Tapi bukannya Da Ril tak pernah usil. Sekali dua keluar juga hoaxnya. Sampai debat tinggi. Biasanya debat ini di warung kopi Nan Yo Pondok. Ada tukang hasut. Yang dihasut Da Ril dengan Uda Asril Djoni/alm (Koresponden Harian Ekonomi Neraca).

Yang saya ingat, kalau selesai debat kusir ini, Da Ril akan pamit, meninggalkan warung. Lalu mengucapkan kata…”lah, maaf-maaf se awak yo,” ujar Da Ril  sambil tersenyum dan menarik Vespanya meninggalkan kawasan Pondok. 

Dengan saya pun, Da Ril tak kalah usilnya. Saat sedang ramai berkumpul, Da Ril meledek saya untuk secepatnya babini. “Angku alun juo babini lah lai. Jo si anu se lah. Cocok mah…” Pernah juga Da Ril menawarkan seseorang kepada saya.

Karena sering diuang-ulang tentu panas hati dan telinga. Karena belum dapat jodoh. Kali berikut saya dapat senjata pemukul.

 "Eh Da Ril, umua ambo kini kan alun sampai  waktu umua  Da Ril babini dulu do..?

Skak…

 Da Ril terdiam sambil menahan senyum. Membuat mata sipitnya terbenam.

“Jan acok-acok juo minum ka Pondok. Lah bantuak urang Cino Da Ril Nampak,” guyon saya lagi.

Itulah goyon-goyon kami. Selesai tanpa ada rasa saling sakit hati. Dan sebelum berpisah, kembali Da Ril menutup dengan kata "maaf-maaf se awak yo,"

Di tahun 1992, kami wartawan Pos Kantor Gubernur mengikuti misi pariwisata ke Singapura dan Malaysia. Lagi-lagi Da Ril minta disekamarkan dengan saya.

Ada yang masih saya ingat waktu kunjungan ke Singapura. Da Ril mengatakan, ada teman SMAnya yang sukses dan  sudah menjadi warga Negara Singapura.

“Angku pai yo, beko siang awak nyo japuik..”      

Benar saja. Waktu istirahat siang, kami izin ke rombongan. Kami dijemput dengan mobil mercy dan dibawa makan ke rumah makan nasi Padang di kawasan Changi, milik teman Da Ril ini.

“Nan padusi tu kawan SMA ambo mah. Uda nyo urang Melayu,”  jelas da Ril di kamar hotel. Besoknya, sebelum berangkat ke Malaysia, kami dijemput lagi. Dibawa keliling kota Singapura.

Sejak pensiun di Suara Pembaruan, kami tak lagi saling berbagi informasi. Da Ril tetap menjaga kewartawanannya dengan menjadi konributor di Mingguan Canang yang dipimpin Nasrul Siddik dan Mingguan Serambi Pos, koran solmednya Yurman Dahwat. 

Setiap sore, selepas jam kantor, kami dan beberapa kawan lain, sering kongkow di ruangan Ali Basar, Kabag Keuangan,  di Balai Kota M.Yamin. “Jemaahnya” beragam. Tapi sudah banyak juga yang almarhum. Seperti Batukar (Kepala Dispenda Padang), Naswardi (wartawan Singgalang), Syaiful Anwar (konraktor), Salman Alfarisi (Polisi), Mulyadi Karim (Pensiunan), Zainal Ibrahim (pensiunan). Meski Ali Basar berpindah-pindah jabatan, ruang kerjanya tetap ramai dikunjungi. Di sini, kalau Da Ril sudah masuk, suasana berubah. Selalu membawa dua bungkusan. Satu bungkus plastik gorengan dan satu lagi hoax. Ada-ada saja cerita yang dibawa Da Ril. Sampai kami ketawa-ketiwi.

Sejak Ali Basar pensiun sebagai ASN, Tak ada lagi Posko Sore. Saya bertemu Da Ril lebih sering di kantor PWI Sumbar. 

Sebagai basa-basi saya tanyakan keadaannya. Dua putrinya Sandra dan Sherly yang sejak bocah sudah saya kenal, sudah memberinya dua cucu. Saya pergi baralek keduanya dulu. Apapun perkembangan pendidikan Sandra dan Sherly, Da Ril selalu menceritakan ke saya penuh bangga. Dua anak gadisnya itu pintar dan juara di sekolah.

"Anaknya pintar, bapaknya tak..." guyon saya. 

Sampai kemudian keduanya menjadi ASN tenaga keperawatan.  Da Ril menceritakan penuh bahagia.

“Ambo acok di Payakumbuah. Manjago anak Sherly,” sebut Da Ril suatu kali. Kali lain waktu saya kontak tilpon, Da Ril masih menyebut di Payakumbuh.

“Kamarilah angku, maota-ota awak,”

Saya terakhir kali bertemu Da Ril di kantor PWI Sumbar sekitar dua bulan lalu. Tak ada keluhan kesehatan yang disampaikan. Tiga hari menjelang kepergiannya, saya teringat saja dengan Da Ril. Ada niat untuk mengontak. Tapi lupa.

Menuju pemakaman

Senin pagi, 3 Mei 2021, sekira jam 10.00 WIB  alangkah terkejutnya membaca WA grup PWI. Da Ril sudah berpulang ke Rahmatullah dalam usia 69 tahun.

. Inna lillahi wa Inna Illaihi Rajiun.

Lama saya termenung. Seakan tidak percaya.

Karena ada urusan kerja yang tak bisa ditinggalkan, saya tak sempat melihat Da Ril bersermayam di kediamannya Komplek Perumnas Pegambiran. Tapi masih sempat mengejar waktu hingga ikut menyalatkan yang diimami oleh menantunya Irfan, suami Sherly dan mengantar ke pemakaman di Bukit Pegambiran.

Saya bersaksi Da Ril orang baik. Senyum Da Ril masih saya lihat saat kafan penutup wajah dibuka di pemakaman.. Pertanda Da Ril husnul khotimah menyambut kedatangan malekat Jibril.

Saya saksikan dua putrinya sesunggukan menyiramkan bunga setelah pusara ditimbun. Saya jadi haru. Ikut meneteskan air mata.

Semoga Allah menempatkan Da Ril di surgaNya.#

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tag Terpopuler

×
Berita Terbaru Update