Notification

×

Indeks Berita

Mengatasi Masalah Tambang Emas Ilegal dengan Masalah

Senin, 18 April 2022 | April 18, 2022 WIB Last Updated 2022-05-22T11:32:13Z

Jalan menuju Lubuk Ulang Aling yang lokasi tambang emas di daerah itu kebanyakan berada di sepanjang aliran Sungai Batanghari. (f:afr)

SEPERTI jalan menuju tambang emas yang berliku dan turun mendaki dalam hutan, persoalan tambang emas bagaikan jalan tanpa ujung. Sengkarut masalah bermulai dari hulu hingga sampai ke muara menjadi permasalahan hukum. Semua pihak seakan lepas tangan dengan alasan bukan kewenangan mereka.


Akibatnya, aktivitas penambangan emas ilegal terus berlangsung dan dibiarkan seakan tidak bermasalah. Pihak yang berkompeten baru sibuk dan mencapnya sebagai kambing hitam setelah terjadi bencana alam atau kecelakaan kerja di lokasi tambang.

 

“Itu bukan kewenangan kita,” kata Ketua Bappeda Kabupaten Solok Selatan, Taufik Effendi, saat ditanya adakah rencana atau program kerja pemerintah Kabupaten Solok Selatan soal tambang emas ilegal. “Belum ada rencana tentang hal itu.”

 

Tetapi itu menyangkut pekerjaan warga yang jumlahnya mencapai ribuan orang. Menurut Taufik itu adalah pekerjaan yang biasa dilakukan masyarakat Solok Selatan semenjak zaman dahulu. “Mereka mencari penghidupan dengan mencari emas di sungai. Biasa saja,” ujarnya.

 

Pekerjaan itu rawan kecelakaan dan merusak hutan? “Kita hanya bisa melihatnya saja. Kalau ada yang celaka ya kita obati,” tambahnya.

 

Tidak adakah program pemerintah mengalihkan pekerjaan mereka? “Mencari emas itu adalah pekerjaan sehari-hari warga,” kata Taufik lagi.

 

Dalam pada itu, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Sumbar Ir Herry Martinus mengaku pihaknya tidak punya kewenangan lagi menangani permasalahan berkaitan dengan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) yang beroperasi. “Kewenangannya sudah berada di tangan pemerintah pusat,” jelasnya seraya menyebutkan UU No 3 Tahun 2020.

 

Meski pada Pasal 35 (4) dinyatakan bahwa pemerintah pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian perizinan berusaha kepada pemerintah daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tetapi pelaksanaannya justru menempatkan Inspektur Tambang berkantor di daerah.

 

Koordinator Inspektur Tambang Penempatan Sumbar Kementerian ESDM, Hendri M Sidik, yang dihubungi malah tidak bisa menjawab kenapa tambang emas ilegal masih beroperasi di Sumbar. “Saya tidak bisa bicara tentang itu karena kewenangan pihak Kepolisian,” kata Hendri yang mengaku sering sebagai saksi ahli dalam perkara tambang emas ilegal yang tengah ditangani pihak Polda Sumbar.

 

Ditanya apa program kerja pihaknya berkaitan dengan penanganan PETI ke depan, Hendri minta padanginfo.com menyurati Dirjen Minerba ESDM. “Coba surati Dirjen saja pasti dijawab,” sebutnya.

 

Pertanyaan yang kemudian dikirimkan ke email djmb@esdm.go.id tertanggal 4 April 2022 pun belum ada balasannya hingga tulisan ini diturunkan.

 

Kendaraan membawa minyak untuk alat berat ke lokasi tambang emas di Kilo Duobaleh.

Situasi demikian seperti dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk melaksanakan aktivitas penambangan. Meski berstatus ilegal namun suasana kerja yang tampak pada sejumlah lokasi penambangan berjalan dengan aman dan lancar. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kecemasan atau berusaha menyembunyikan.

 

Tak Peduli Status

 

Beberapa tahun lalu tidak mudah masuk ke lokasi tambang. Pintu masuk dijaga oleh orang bagak. Untuk bisa masuk harus seizin para penjaga. Umumnya pintu masuk ke lokasi tambang hanya satu atau dua. Selebihnya di kelilingi bukit dan hutan.

 

“Dulu sebagian besar lokasi itu dijaga dengan ketat. Kalau orang yang bukan kerja di dalam atau tak kenal dengan penjaga tidak bisa masuk. Sekarang katanya tidak ada penjaga lagi,” sebut Aziz. Cerita Aziz, ia seringkali harus menyamar sebagai pemancing ikan atau pencari kayu agar bisa masuk lokasi tambang.

 

“Kita harus membuat jalan sendiri dalam hutan itu. Kalau tidak begitu tak akan bisa masuk. Sudah berada di dalam pun mesti hati-hati dan sembunyi-sembunyi. Akan panjang masalahnya bila ketahuan ada orang asing masuk,” ungkap Dino yang tahun 2019 lalu bersama Aziz melakukan pendataan tambang emas ilegal di Solok Selatan.

 

Saat padanginfo.com masuk ke sejumlah lokasi tambang emas ilegal di Kecamatan Sangir Batanghari, Sangir Jujuan, Sungai Pagu dan Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh akhir Maret lalu, tidak ada lokasi tambang yang pintu masuknya dijaga. Meski begitu harus masuk dengan orang yang sudah kenal dengan medan. Sebab akan banyak tanya dan dipandang penuh kecurigaan melihat orang berwajah baru masuk.

 

Marobin yakni mencari emas dengan menyemprotkan air ke tanah bekas galian alat berat.(f:afr)


Sejumlah pekerja dan pendulang emas yang ditanyai mengaku tahu kalau tambang emas yang mereka kerjakan berstatus ilegal. “Ilegal itu katanya pemerintah. Karena tambang ini sudah dibuka semenjak puluhan tahun lalu. Itu yang kami kerjakan. Ribuan warga yang bekerja di tambang ini,” kata Firman, warga Abai yang marobin di Simabuo.

 

Pengakuan Firman, semenjak ayahnya masih bujangan sudah melakukan pekerjaan mencari emas. Ia pun ikut kerja yang sama dengan orang tuanya. Karenanya ia mengaku tidak peduli betul dengan status ilegal atau ilegal itu. “Kalau ilegal kenapa tidak dari dulu dilarang?” tanyanya pula.

 

Gindo yang mencari emas di Pinti Kayu juga merasa tidak penting status tambang ilegal. Pekerjaan mencari emas sudah dilakoni semenjak muda. Selama puluhan tahun itu tidak terjadi permasalahan.

 

“Kalau tambang ilegal itu dikatakan untuk mereka yang pakai alat berat tak taulah itu. Kami yang mendulang ini dikatakan ilegal juga? Kadang dapat kadang tidak,” tutur warga Sungai Kalu itu menggelengkan kepala.

 

Para pencari emas itu menolak disebutkan pekerjaan mereka merusak hutan. Mereka tetap beralasan bukan membuka tambang baru yang sebelumnya merupakan hutan. Terlebih pencari emas dengan manggarai dan marobin yang mengaku tidak bersentuhan dengan kayu-kayu. “Kami mencari emas di bekas tanah yang digali alat berat. Tidak ada merusak hutan. Satu pohon pun tidak ada kami tebang,” alasan Firman.

 

Ketika masalah ini pertanyakan pada Sihombing, operator alat berat itu mengaku hanya sebagai pekerja. “Aku hanya sebagai pekerja disuruh mengerjakan itu dan ini. Kalau dikatakan merusak hutan itu urusan para bos lah. Mana tahu aku itu?” elaknya.

 

Disebutkan tidak hanya menebangi kayu, membuat dan meninggalkan lubang-lubang yang dalam itu juga merusakan hutan. Sihombing kembali berkilah. “Aku sebagai pekerja di sini, Bang,” katanya.

 

Dipegang Pemerintah Pusat

 

Anggota DPRD Sumbar dapil Solok Selatan minta permasalahan tambang emas ilegal harus disikapi dengan tegas oleh pemerintah provinsi. “Kita minta pemerintah provinsi menertibkan semua tambang ilegal yang ada di daerah ini,” ujarnya.

 

Ia mendesak Pemprov Sumbar agar segera turun ke lapangan untuk melihat langsung realitanya. “Jangan hanya menerima laporan saja karena belum tentu hal yang disampaikan sesuai kondisi di lapangan,” ujarnya.

 

Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penggalian lahan di Kimbahan. (f:afr)

Gubernur Sumatera Barat H Mahyeldi pun sependapat. Berkali-kali ia menyampaikan penegasannya untuk menutup semua tambang ilegal yang masih beroperasi di Sumbar. Ia melihat dampak kerusakan yang terjadi akibat aktivitas ilegal tersebut sangat besar.

 

“Saya meminta untuk tambang yang ada di kawasan tersebut harus dihentikan semua bentuk aktivitas penambangan secara ilegal. Agar tidak terjadi bencana yang mungkin bisa mengakibatkan korban jiwa,” tegasnya.

 

Gubernur meminta pemerintah pusat melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan dan penambang ilegal yang menggunakan alat berat di Kabupaten Solok Selatan. “Kita prihatin dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dan keberadaan tambang emas yang terus memakan korban jiwa karena longsor lubang tambang yang berulang,” ujarnya.

 

Merujuk UU No 3 Tahun 2020, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota tidak punya kewenangan lagi terhadap pertambangan yang ada di daerahnya. Segenap hal yang berhubungan dengan aktivitas tambang ditangani pemerintah pusat.


Menurut Aziz pula pemerintah dan aparat lebih banyak bereaksi setelah terjadi insiden kecelakaan di lokasi tambang. Bila hal tersebut tidak ada maka aktivitas tambang emas ilegal itu terus berjalan dengan lancar dan aman. "Ketika terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan banyak korban barulah semua bereaksi."

 

Dalam hal ini, seperti pas untuk memakai slogan ‘mengatasi masalah dengan masalah’. Masalah tambang emas ilegal akan teratasi dengan mempermasalah aktivitasnya sebagai kerja ilegal. Dan itu mesti berhadapan dengan aparat yang berujung penangkapan. 


Maka penambang ilegal akan dijerat dengan Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 12 Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. (Afrimen MN)

 

Laporan ini diproduksi atas dukungan dari Dana Jurnalisme Hutan Hujan (Rainforest Journalism Fund) yang bekerja sama dengan Pulitzer Center.

Tag Terpopuler

×
Berita Terbaru Update