Notification

×

Iklan

Iklan


Bila Kotak Kosong Menang Pilkada...

Kamis, 12 September 2024 | 9/12/2024 WIB Last Updated 2024-09-14T07:24:29Z


padanginfo.com - JAKARTA - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 berpotensi akan diikuti 41 bakal pasangan calon tunggal, sehingga mereka akan berhadapan dengan kotak kosong di wilayahnya masing-masing.


Di Sumbar, salah calon kepala daerah yang berkemungkinan melawan kotak kosong adalah di Kabupaten Dharmasraya.


Bagaimana kalau kotak kosong menang? 


Rapat Kerja Komisi II DPR bersama pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu, seperti dilansir kompas.com, menyepakati bahwa pilkada ulang jika kotak kosong menang akan diselenggarakan pada 2025. 


Daerah yang calonnya dikalahkan oleh kotak kosong akan dipimpin seorang penjabat kepala daerah yang ditunjuk oleh pemerintah. Dia akan menjabat hingga pilkada ulang diselenggarakan. 


Berdasarkan UU Pilkada, pada pilkada ulang, partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki hak untuk mengusulkan pasangan calon bisa kembali mengajukan kandidat baru. 


Selain itu, calon kepala daerah yang sebelumnya keok oleh kotak kosong dapat kembali mencalonkan diri. 


Tidak ada larangan eksplisit yang mencegah calon yang kalah dalam pilkada sebelumnya untuk kembali maju dalam pilkada ulang, baik secara individu maupun sebagai pasangan calon yang diusung oleh partai politik. 


Namun, tentu saja, calon tersebut harus kembali mendaftar dari mulai dengan menyerahkan seluruh berkas persyaratan yang diharuskan. 


Kemudian, KPU setempat akan melakukan verifikasi untuk meneliti keterpenuhan syarat-syarat tersebut sesuai dengan UU Pilkada dan Peraturan KPU tentang Pencalonan Pilkada. 


Kotak kosong menang?


Ditenggarai, probabilitas kemenangan calon tunggal dalam pilkada mencapai 98,11 persen. 


Kekalahan satu-satunya hanya diderita oleh pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi di Pilkada Kota Makassar 2018 yang kalah oleh kotak kosong. 

Namun demikian, sebagian pihak mengira-ngira jika calon tunggal dalam Pilkada 2024 kemungkinan akan mendapatkan perlawanan sengit dari kotak kosong. 


Hal ini disebabkan oleh karakter fenomena kotak kosong pada Pilkada 2024 yang berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya. 


Dalam pilkada kali ini, sejumlah calon tunggal yang muncul justru tidak mewadahi aspirasi masyarakat setempat terkait siapa calon yang mereka inginkan muncul di surat suara. 


"Di daerah-daerah calon tunggal ada gerakan tandingan mendaftarkan kotak kosong setelah calon tunggal didaftarkan. Misalnya di Kota Pangkalpinang, Asahan, Gresik, serta beberapa daerah lain,” ujar pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini. 


Ia menilai, kali ini, terjadi sentralisasi pencalonan yang lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Pengurus pusat partai politik yang memiliki kewenangan menerbitkan rekomendasi bagi bakal paslon mengabaikan rekomendasi pengurus daerah. 


Titi menegaskan, terjadi hegemoni pengurus pusat partai politik yang terbukti menimbulkan ketidakpuasan di sejumlah daerah karena calon yang disodorkan tak sesuai aspirasi masyarakat setempat. 


Pada Pilkada 2015, misalnya, munculnya calon-calon tunggal bertujuan untuk mendesak partai politik mencalonkan mereka. 


Calon tunggal pada kurun tersebut juga muncul sebagai alternatif menyelamatkan pilihan politik. 


Namun, kini, calon-calon tunggal yang muncul disertai motif untuk menutup akses pencalonan dengan memborong tiket supaya partai-partai politik tersisa tak memenuhi ambang batas pencalonan. 


Titi menganggap wajar jika saat ini muncul gerakan tandingan untuk mengabaikan calon yang tertera di surat suara dan para pemilih justru "mengampanyekan" kotak kosong.(*/mn)


×
Berita Terbaru Update