Notification

×

Iklan

Iklan


Wanonofri: Pers Sumatera Barat Kehilangan Arsip

Rabu, 30 Oktober 2024 | 10/30/2024 WIB Last Updated 2024-10-30T01:10:33Z
Khairul Jasmi  (baju putih) didampingi Wannofri Syamri (kiri) dan moderator Nasrul Azwar (kanan). (Foto: Yurnaldi).

padanginfo.com-PADANG- Pers Sumatera Barat memiliki nilai historis dalam perjalanan bangsa. Nilai-nilai yang dibangun para pengelola di masa penerbitannya menjadi corong yang menyemangati nilai-nilai perjuangan. Sayangnya, dalam kurun waktu yang berjalan, dokumentasi pers dalam bentuk fisik tidak semua lengkap. Para pemerhati pers lebih banyak mendapatkan historikal  cerita ucapan sejarawan yang melakukan penelitian.

Demikian pokok pikiran  yang dihimpun dalam Forum Group Discusion (FGD) yang diselenggarakan Pusat Dokumentasi dan Informasi (Pusindok) Kesejarahan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Padang, Selasa 29 Oktober di Padang.

Acara yang dimoderatori oleh wartawan senior Nasrul Azwar bertajuk  "Psrs Sumatera Barat dari Era Revolusi ke Era Reformasi" menampilkan pemantik diskusi wartawan/budayawan  dan penulis biografi  Khairul Jasmi dan tuan rumah Dr.Wannofri Syamri, M.Hum.

Forum diskusi terbatas itu diikuti oleh lebih kurang 20 orang wartawan yang pernah mengelola media sejak era Orde Baru sampai era Reformasi.

Menurut Khairul Jasmi, perlu dilakukan penelitian lebih dalam untuk melihat visi-misi penyelenggara penerbitan surat kabar, pembiayaan dan isi beritanya.

Kalau dilihat dalam kurun waktunya. di era revolusi sampai pasca Proklamasi.  kehadiran pers adalah bagian penyemangat revolusi dan mengisi makan kemerdekaan. Untuk hal ini, Sumatera Barat telah tampil di garda depan sebagai perintis.

Sementara  DR. Wannofri sebagai tuan rumah dalam FGD ini menyebut, Pusindok Kesejarahan Unand menyelenggarakan FGD adalah bagian dari penelitiannya. Yang mana hasil penelitian ini nanti menjadi dokumen literasi tentang perjalanan  pers di Sumatera Barat  sesuai kurun waktunya..

Sayangnya, kata dosen Sejarah  Unand ini, ia mengalami kesulitan dalam pengumpulan arsip penerbitan. Terutama media yang terbit di era reformasi. Dimana izin terbit SIUPP tak lagi diperlukan.

"Mereka yang menerbitkan pun tak memiliki arsip.korannya," sebut Wannofri.

Padahal, dari arsip media yang diterbitkan itu bisa dilihat visi-misi, arah dan tujuan medianya.

"Saya terus mencari media yang terbit setelah reformasi. Mungkin wartawan-wartawan di daerah atau pihak lain masih menyimpan arsip, walau korannya tak terbit lagi," kata Wannofri yang berharap dapat menghubunginya.

Peserta FGD mendukung penelitian yang dilakukan Wannofri ini. Prof. Harris Effendi Thahar, budayawan dan pernah menjadi wartawan menyebut, kelemahan wartawan adalah tidak memiliki arsip dari media yang dinaunginya dulu. 

Harris menyebut, setidaknya hasil penelitian Wannofri menjadi catatan yang harus diketahui banyak orang  bahwa Sumatera Barat memiliki andil besar dalam perjalanan pers nasional. (in).



×
Berita Terbaru Update