Notification

×

Iklan

Iklan

Namaku Ingrid Sebuah Protes Boyke Sulaiman

Minggu, 19 Oktober 2025 | 10/19/2025 WIB Last Updated 2025-10-19T07:25:28Z
 

   Boyke Sulaiman 

padanginfo.com-PADANG-Namaku Ingrid, sebuah naskah teater, Karya Boyke Sulaiman bakal mentas tanggal 25 Oktober 2025 di gedung Kebudayaan Sumbar, Jalan Samudera Padang.


Kita tahu, "rumah" tempat pertunjukan seni itu di kawasan taman budaya. Di situ telah dibangun semacam gedung teater modern. Ternyata pembangunannya mangkrak. Seniman berharap ada kelanjutan pembangunan, namun bertahun-tahun ditunggu tidak ada tanda-tanda pembangunan.

Nampaknya seniman kecewa. Boleh jadi mereka ogah mengarap naskah teater. Karena panggung tempat pertunjukan tak pernah siap dibangun hingga sekarang.

Seniman Sumbar yang kerap mangkal di taman budaya itu malah makin kecewa, kesal dan emosi. Ini sebabnya, terbesit kabar bahwa kawasan taman budaya itu akan dibangun hotel berbintang 5. Disain hotel sudah rampung. 

Akibatnya para seniman protes. Mereka beraksi, tetap menolak pembangunan hotel. Aspirasi mereka sudah disalurkan kemana-mana. Titik!

Barangkali, masalah pembangunan gedung yang akhir mangkrak hingga hingga sekarang membuat Boyke terpinspirasi melakukan protes dalam bentuk lakon yang bertajuk: Namaku Ingrid


Ini tergambar dalam sinopsis yang ditulis Boyke. Begini cara Boyke melakukan protes lewat naskah. Karena selama ini sudah parau suara seniman melalukan aksi protes, tapi mendapat respon.

Boyke berharap lewat lakon ini,  Ingrid Tak Ingin gedung itu runtuh

Begini ringkas ceritanya. Sebuah gedung kesenian tua yang terbengkalai menjadi saksi bisu runtuhnya semangat kebudayaan. Dari reruntuhan itu, arwah seorang noni Belanda bernama Inggrid bangkit — bukan untuk menakuti, tetapi untuk menegur manusia yang membiarkan seni mati perlahan. Ia mati di rumah dansa yang dulu hidup oleh tawa, musik, dan pertunjukan. Kini, tempat itu terbangkalai.

Inggrid muncul di tengah para aktor lusuh,para penjaga roh teater, yang bermain dengan drum oli, pipa, dan rantai. Bunyi-bunyi logam menjadi simbol perlawanan terhadap kekuasaan yang menggantikan panggung dengan bisnis. Setiap denting besi, pukulan drum, dan cahaya redup menjadi bahasa dari “panggung yang menolak mati.”

Para aktor menggugat, meratap, dan menolak menyerah. Mereka mengelus tiang-tiang retak, memeluk dinding, dan menyuarakan sumpah bahwa seni tak akan hilang meski gedungnya terpangkrakkan Inggrid bersatu dengan mereka arwah seniman lainnya arwah masa lalu dan tubuh masa kini menyatu dalam perlawanan senyap terhadap kehancuran ruang budaya.

Pementasan berakhir ketika seorang aktor menyerahkan sepotong besi kepada penonton — tanda warisan perlawanan. Inggrid kembali dalam suara samar, mengingatkan bahwa bukan dirinya yang patut ditangisi, melainkan panggung yang dikubur tanpa nisan.

Begini cara sutradara Boyke Sulaiman melakukan protes lewat lakon: Namaku Ingrid

Bagaimana akhirnya ceritanya. Untuk lebih lengkapnya mari kita saksikan tanggal 25 Oktober 2025, pukul 20.00 WIB di Taman Budaya Sumatera Barat Jalan Samudra Padang, gratis. (ak)
×
Berita Terbaru Update