Notification

×

Iklan

Iklan

Umroh: Pertarungan Kesabaran

Minggu, 23 November 2025 | 11/23/2025 WIB Last Updated 2025-11-23T04:19:05Z

Oleh YURNALDI 
(Wartawan Utama, Penulis Buku dan Pemimpin Redaksi, Konsultan Konten Media.)


padanginfo.com-Ada banyak kata indah yang sering kita dengar tentang umroh: perjalanan spiritual, tamasya ruhani, panggilan Ilahi, momentum penyucian diri. Namun jarang ada yang mengatakan dengan jujur bahwa umroh sebenarnya adalah pertarungan kesabaran. Sebuah pergulatan yang berlangsung sejak pintu keberangkatan dibuka hingga pesawat kembali mendarat di tanah air.

Jika haji disebut “jihad tanpa perang”, maka umroh adalah madrasah kesabaran yang menyiapkan seorang hamba untuk menjadi lebih kuat, lebih sadar, dan lebih rendah hati. Bahkan sebelum kaki menginjak Tanah Suci, Allah telah mengingatkan:
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153). Dan umroh adalah wilayah di mana ayat itu diuji kejujurannya. 

Kesabaran yang Diuji Sejak Hari Pertama. 
Pengujian itu dimulai bukan dari Makkah, bukan dari ziarah, bukan dari tawaf—melainkan dari antrean check-in di bandara.

Di sana seorang jamaah bisa merasa diuji oleh koper yang overweight, rombongan yang tak disiplin, atau jadwal keberangkatan yang mundur. Setiap persoalan kecil muncul seperti fragmen-fragmen yang ingin menguji kualitas jiwa.

Allah telah mengingatkan: “Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta… Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)

Dalam tulisan ini saya hendak mengatakan:
Jika seseorang ingin mengukur kesabarannya, berangkatlah umroh. Di sana, seseorang akan menemukan versi dirinya yang sebenarnya.

Ihram: Ketika Zona Nyaman Ditarik dari Tubuh? Begitu ihram dikenakan, seolah Allah menarik semua kemewahan yang biasa dipakai manusia: jahitan, gaya, aroma wangi, identitas sosial. Ihram menghapus status sosial, menyamaratakan semua posisi, dan memerintahkan hanya satu hal: taat.

Pada fase inilah kesabaran bergerak dari teori menjadi praktik. Nabi Muhammad SAW mengingatkan dengan kalimat pendek namun sangat kuat: “Ash-shabru dhiyâ’ — kesabaran itu cahaya.” (HR. Muslim)

Di saat kain itu tak rapi, ketika panas mulai menusuk, atau ketika larangan ihram membatasi gerak, seseorang belajar bahwa cahaya kesabaran hanya bersinar ketika kenyamanan padam.

Makkah: Ruang Publik Paling Ramai yang Melatih Rendah Hati. Jika ada tempat di dunia ini yang paling memaksa seorang manusia untuk menurunkan ego, tempat itu adalah Masjidil Haram.
Di depan Ka’bah, tidak ada jaminan seseorang bisa berdiri di tempat yang ia inginkan. Tidak ada jaminan bisa tawaf dengan nyaman. Tidak ada jaminan doa bisa dipanjatkan tanpa gangguan.

Tawaf adalah laboratorium besar bagi kesabaran.
Di sana seseorang belajar bahwa manusia dari berbagai bangsa bukan saingan, tapi sesama tamu Allah yang sedang mencari ridha-Nya.

Setiap senggolan kecil menguji hati. Setiap dorongan mengajari kerendahan hati. Setiap putaran melatih keikhlasan.

Ayat Allah kembali menjadi pegangan: Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu…” (QS. Al-Baqarah: 45)

Tawaf mengajarkan bahwa sabar bukanlah kelemahan; ia adalah kekuatan spiritual yang menahan seseorang dari amarah, ego, dan frustrasi.

Sai: Pelajaran tentang Tidak Menyerah. Riitual sai antara Safa dan Marwah tidak boleh dipandang sebagai aktivitas repetitif semata. Ia adalah monumen abadi perjuangan Siti Hajar, seorang perempuan yang tidak menyerah meski tidak melihat sedikit pun tanda pertolongan.

Kesabaran Siti Hajar bukan sabar pasif—itu sabar aktif: berlari, mencari, berharap, mengulang, dan percaya.

Allah memberi penghargaan besar bagi jenis kesabaran seperti itu: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

Di koridor marmer yang dingin itu, jamaah sering kali ingin duduk, ingin berhenti, ingin menyerah. Tapi ada kekuatan ruhani yang membuat langkah kembali terangkat: kisah seorang ibu itu masih hidup dalam diri setiap jamaah.

Nabi Muhammad SAW menegaskan: “Tidaklah seseorang diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari & Muslim)

Sai membuat manusia memahami bahwa sebagian doa tidak dijawab pada langkah pertama, tetapi tetap harus dilangkahkan hingga langkah ketujuh.

Ujian Sehari-hari yang Justru Lebih Berat. Ujian terbesar umroh tidak selalu datang dari ibadahnya.
Sering kali ujian itu hadir di luar masjid:

•antre lift hotel yang panjang,
• teman sekamar yang suka mendengkur atau berserakan,
• makanan yang tak cocok,
• harga barang yang mahal,
• jadwal yang padat,
• kaki yang lecet,
• rombongan yang sulit kompak.

Dari sinilah seseorang belajar makna sabar yang paling hakiki. Bukan sabar ketika hati tenang.
Tetapi sabar ketika jiwa tertekan.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan: “Sabar itu pada pukulan pertama.” (HR. Bukhari & Muslim)
Artinya, kualitas jiwa seseorang terlihat pada reaksi pertama saat menghadapi masalah.

Ketika Pulang, Kita Mengerti Hakikat Perjalanan. 

Di atas pesawat, saat Makkah mengecil di kejauhan, setiap jamaah akan menyadari sesuatu:

Bahwa umroh bukan tentang berapa dekat ia berhasil menyentuh Hajar Aswad. Bukan tentang berapa lama ia menangis di Multazam. Bukan tentang berapa banyak oleh-oleh yang ia beli.
Dan bukan tentang seberapa megah hotel tempat ia menginap.

Umroh adalah perjalanan yang mengubah cara seseorang memandang hidup: lebih lapang, lebih sabar, lebih bersyukur.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Barang siapa dikehendaki Allah kebaikan padanya, Allah menimpakan ujian kepadanya.” (HR. Bukhari)
Dan setiap jamaah yang pulang akan merasakan bahwa mereka pulang dengan “ujian-ujian kecil” yang justru menjadi hadiah besar.11

Karena kita sering melupakan bahwa kualitas tertinggi dari seorang hamba bukanlah kekhusyukannya, bukan pula banyaknya doa yang ia hafal, tetapi keteguhan hatinya dalam menghadapi ujian.

Umroh mengajarkan hal itu dengan cara yang paling nyata. Ia membuka tabir kesabaran hingga ke akar, memaksa seseorang mengenali dirinya—bukan versi yang ia tampilkan ke publik, tetapi versi paling jujur kepada Allah.

Dan pada akhirnya, umroh adalah pelajaran bahwa untuk mendekat kepada Tuhan, kita harus mengalahkan sesuatu yang paling sulit dikalahkan: ego kita sendiri. 

Ma'kah, 22/11/2025.
×
Berita Terbaru Update