Notification

×

Iklan

Iklan

Pertunjukan Seni Kolaboratif ISI Padangpanjang–Universitas Negeri Jambi Warnai Dies Natalis ke-60 ISI

Jumat, 19 Desember 2025 | 12/19/2025 WIB Last Updated 2025-12-19T04:13:05Z


Pertunjukan Seni Kolaboratif ISI Padangpanjang–Universitas Negeri Jambi Warnai Dies Natalis ke-60 ISI

padanginfo.com-PADANG PANJAN- Institut Seni Indonesia Padang panjang bersama Universitas Negeri Jambi mengadakan acara Muhibah Pertunjukan Seni Kolaboratif yang digelar dalam rangka Dies Natalis ke-60 ISI Padangpanjang (Lustrum XII) yang diadakan pada Kamis (18/12 2025)  di gedung Pertunjukkan Hoeridjah Adam pada pukul 20.00 WIB hingga 23.00 WIB.  Pertunjukan ini menjadi ruang temu dua institusi seni untuk saling berbagi proses kreatif, perspektif estetik, sekaligus nilai-nilai kebudayaan Melayu yang beragam. 
Rangkaian pertunjukan meliputi Pertunjukan Musik Kalinong, Monolog “Dendam Raja Hindustan”, tari “Retak Tak Pecah”, orkestra kolaboratif “Elegi Maniti ameh”pengembangan dari dendang saluang Minang Kabau serta pertunjukan tari “Lara”. Ujar Koordinator Acara Diesnalis ISI Padangpanjang, Dr. Adriyandi, M.Sn

Guru Besar Seni Pertunjukan ISI Padangpanjang, Prof. Dr. Asril Muchtar, S.Skar., M.Sn mengatakan, Kompleksitas kerja kolaboratif lintas bidang. Pertunjukan terakhir menarik karena menyatukan seni musik dan tari yang digarap oleh dua koreografer dan dua komposer dengan satu objek penelitian folklore dari Tanjung Pandan yang diolah menjadi konsep bersama. Ada ambiguitas yang menarik, karya tari yang berangkat dari folklore lokal tetapi diiringi musik Barat. Ia seperti berada di antara keduanya.  ujarnya.

Salah seorang penari bertajuk "Retak Tak Pecah" Muhammad Riyaldi E. Saputra mengatakan, Karya ini bersumber dari cerita rakyat Kabupaten Bungo, Jambi, berjudul Pedang Patah Tigo. Karya ini mengisahkan relasi tiga bersaudara yang terpisah lama hingga lupa asal-usul, berselisih memperebutkan wilayah, dan akhirnya disadarkan oleh kehadiran saudara perempuan bahwa mereka terikat oleh darah. Secara filosofis. Kisah ini memuat pesan tentang pulang ke asal dan persaudaraan sebagai pedoman hidup. Paparnya.

Penari dalam karya tari bertajuk "Lara"  Putri Ramadhani mengaku, Persiapan pertunjukan dilakukan sekitar tiga bulan atas arahan dosen pembimbing. Tujuh penari terlibat, termasuk penari laki-laki, dengan kolaborasi kuat bersama ISI Padangpanjang terutama pada musik pengiring orkestra. Banyak pelajaran yang kami dapat, dan tentu saja bangga bisa tampil dalam kolaborasi ini di ISI Padangpanjang. Ujarnya.


Guru Besar Seni Pertunjukan Universitar Neger Jambi (UNJA) Prof. Dr. Mahdi Bahar, S.Kar., M.Hum mengatakan, Kegiatan seperti ini merupakan kerja seorang akademisi seni dan seniman yang akademisi, tentu harus sering dilakukan agar publik memahami bagaimana sumbangan ilmu melalui seni terhadap negeri ini. Kerja akademisi melakukan riset terhadap kekayaan lokalitas kita lalu menjadikan karya seperti Karya tari “Lara” yang berpijak pada sastra lisan Desa Rantau Pandan, Kabupaten Bungo, Jambi. Cerita berpusat pada kesedihan Putri Dayang Ayu akibat perjodohannya yang diingkari Dang Bujak. Kisah tersebut diinterpretasikan ke dalam konteks kehidupan perempuan masa kini yang kerap mengalami keterpurukan karena ditinggalkan orang yang dikasihi. Melalui perjalanan emosional tokohnya, karya ini menegaskan pentingnya bangkit dan mengikhlaskan demi mencapai kebahagiaan. Pijakan gerak berasal dari Tari Tawo. Karya ini dikoreografikan oleh Mufiq Azizah, S.Sn., M.Sn. dan Tiara Fatma Sari, S.Sn., dengan komposer Ratna Sari, S.Sn. dan Vera Fitriani, S.Sn. Pembimbing tari  Dra. Hartanti S.Kar., M.Hum. dan Riswani, S.Sn., M.Sn. Sementara pembimbing musik saya bersama Indra Gunawan, S.Sn., M.Sn. Begitu juga
Pertunjukan monolog “Dendam Raja Hindustan” merupakan hasil monologisasi dari salah satu bentuk teater tradisional Kabupaten Muaro Jambi yang dikenal dengan Teater Abdul Muluk, yang menghadirkan kekuatan tutur dan dramatika klasik dalam format yang lebih intim. Ujarnya.

Penpnton yang hadir menyaksikan  Hamdanu mengatakan, Pertukaran seni ini meski sama-sama berakar dari budaya Melayu, terdapat perbedaan dan persamaan yang memperkaya sudut pandang. Kelihatan ada gerakan yang berbeda dari yang biasa kami lihat di Sumatera Barat. Jadi terasa, melayu itu wilayah kebudayaannya sangat luas. Ujarnya

Adri Yandi Menambahkan,   Tantangan utama dalam mempersiapkan acara ini bukan pada kesulitan teknis, melainkan pada penyiasatan kerja sama dua institusi agar nilai-nilai karya dapat diterima publik. Kami perlu penyesuaian dan komunikasi intens agar konten mereka bisa dipahami dengan baik, lalu disiapkan secara matang agar sampai ke penonton dengan nilai yang beragam.  Persiapan dilakukan berbulan-bulan, meski sempat mengalami penyesuaian akibat faktor bencana, sehingga beberapa rencana dimodifikasi sebagai bentuk empati. Ujarnya. (Kay/Khana/Awa)
×
Berita Terbaru Update