Wartawan Senior Marah Sakti Siregar. (foto.dok)
padanginfo.com-JAKARTA- Jika benar pelantikan Saudara Basril Basyar (BB) sebagai ketua PWI Sumatera Barat jadi dilakukan, Jumat 13 Januari 2022, maka itu adalah demonstrasi buruk dan pelanggaran serius konstitusi PWI oleh seorang Ketum PWI Pusat.
Hal ini ditegaskan Wartawan Senior Marah Sakti Siregar menanggapi kisruh terpilih Basril Basyar yang ASN pada Konferensi PWI Sumbar 23 Juli 2022.
Diketahui pelantikan BB sebagai Ketua PWI Sumbar akan dilakukan, Jumat (13/1/2023) di Truntum Hotel Padang. Kabar itu diperkuat telah beredarnya undangan
pelantikan kepada pihak-pihak terkait
Dikatakan Marah Sakti yang dedengkot Wartawan Tempo itu, Konstitusi PWI itu adalah Kode Etik Jurnalistik, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI serta Kode Perilaku wartawan PWI.
Pengawasan atas pelaksanaan aturan konstitusi itu dan penjatuhan sanksi atas pelanggarannya, menurut pasal 27 Peraturan Dasar PWI, menjadi tupoksi Dewan Kehormatan PWI.
Nah, dalam konteks melaksanakan tupoksinya DK PWI mengeritisi terpilihnya BB sebagai ketua PWI Sumbar pada tgl 23 Juli 2022. Itu karena ketika terpilih BB masih berstatus seorang PNS.
Ketum PWI yg semula merestui pemilihan itu, belakangan setelah ada kritik DK PWI akhirnya manut dan membenarkan kritik itu. Lalu, setelah melaksanakan Rapat Pleno bersama pengurus DK dan Dewan Penasihat PWI, pada tgk 4 Agustus 2022, melalui SK tanggal 12 Agustus 2020, Ketum bersama Sekjen PWI mengangkat wakil sekjen PWI R Suprapto sebagai Plt Ketua PWI Sumbar untuk masa tugas selama 6 bulan.
Langkah ini diambil karena BB, menurut pertimbangan SK itu belum bisa dilantik sebagai ketua PWI Sumbar sampai terbitnya SK BKN (Badan Kepegawaian Negara) yang mengesahkan pengunduran diri BB sebagai PNS.
Sampai di sini, lanjut mantan Ketua PWI Jaya, saya dan mungkin juga semua jajaran PWI di seluruh Indonesia, menunggu apakah BB sejatinya akan benar-benar mundur sebagai PNS.
Hati kecil saya bilang: sayang juga ya? Kok, milih ketua PWI, apa pertimbangannya?
Tapi, eh, mendekati berakhirnya masa tugas ketua Plt PWI Sumbar BB sempat melakukan manuver-manuver untuk mempertahankan diri, di antara dengan menulis Surat Terbuka dan dengan menggunakan pengacara mensomasi Ketua Umum PWI Pusat. Somasi itu mempertanyakan mengapa Ketum PWI belum melantik dirinya yang telah memenuhi semua syarat untuk dilantik.
Setelah langkah somasi itu, Ketum PWI mengadakan Rapat Pleno tgl 6 Januari 2022 dan akhirnya memutuskan akan segera melantik BB. Meski pun tiga orang wakil DK PWI Pusat yang hadir dlm rapat itu menolak keputusan tersebut.
Wah, saya kaget ketika mendengar perubahan sikap Ketum PWI Pusat itu. Makanya, ketika ditanya seorang teman wartawan saya sempat mengimbau agar Ketum PWI tidak melakukan pelantikan ketua PWI Sumbar.
Tapi, rupanya Ketum PWI tak terbendung lagi. Walhasil, terus terang saja. Saya amat kecewa dan mengecam keras langkah Ketum PWI itu.
Sebab langkah nekat itu kalau tidak ditolak, atau didiamkan saja, dan tidak segera dikoreksi bisa menjadi preseden buruk bagi citra dan marwah PWI sebagai organisasi profesi.
Sekali lagi sebagai organisasi profesi yang mengedepankan etika dan moral serta ketaatan pada konstitusi.
Ketum PWI Atal S. Depari, saya kira cukup faham dan semestinya sadar dampak buruk tindakan yang dilakukannya. Ini bisa memicu perpecahan di tubuh PWI.
Saya sampai gak bisa ngomong. Speechless. Atas jurus nekat itu. Gak pernah terjadi setelah 40 tahun lebih saya menjadi anggota PWI. Ada seorang Ketum PWI yang terang-terang mengabaikan dan tidak melaksanakan keputusan Dewan Kehormatan berkaitan dengan sanksi atas pelanggaran aturan organisasi.
Padahal, semua masalah yang membelit kisruh di Konferprov PWI Sumbar jelas diatur dalam aturan organisasi PWI.Misalnya, larangan PNS tidak boleh menjadi wartawan ditetapkan dalam pasal 16 ayat 2 Kode Perilaku Wartawan.
Menyangkut wewenang pemberian sanksi atas pelanggaran KEJ PWI, PD/PRT, KPW PWI dan KEJ PWI jelas juga ditetapkan dalam pasal 4 dan pasal 5 Peraturan Rumah Tangga PWI.
Pasal 5 ayat 1 tegas menetapkan " semua sanksi yg diputuskan DK PWI diserahkan kepada Pengurus untuk ditindaklanjuti."
Frasa " ditindaklanjuti Pengurus dalam pasal 24 ayat 5 Peraturan Rumah Tangga ini kemudian dipertegas maknanya "untuk dilaksanakan".
Sebab, jelas juga ditetapkan dalam ayat 2 pasal yang sama PRT tersebut bahwa "keputusan DK bersifat final dan mengikat." tegas Tenaga Ahli Dewan Pers ini.
Jadi, jika, merujuk semua aturan (konstitusi) organisasi tersebut, kita patut bertanya pada Ketum PWI Atal.S Depari. DI bab, pasal dan ayat berapa dalam PD/PRT atau juga KPW PWI yang menyebutkan Ketum PWI atau Pengurus PWI bisa atau boleh mengabaikan atau tidak melaksanakan sanksi yang sudah diputuskan DK PWI?, tanya Marah Sakti Siregar yang pernah menjadi ketua bidang pendidikan PWI pusat.**