Pembahasan buku "Salam Tubuh pada Bumi" Dari kiri. Abdullah Khusairi, Syuhendri, Venny Rosalina. (Foto: Indra Sakti Nauli)
Padanginfo.com-PADANG- Koreogafer Ery Mefri merayakan 40 tahun perjalanan kreatifnya pada Senin 23 Juni 2025 di padepokan tarinya Gedung Manti Menuik, Balai Baru Padang. Sebuah buku bertajuk “Salam Tubuh pada Bumi” ditulis wartawan Hendra Makmur mencatatkan perjalanan Ery Mefri dalam proses kreatifnya.
Buku ini dibedah oleh Dr. Abdullah Khusairi, dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang dan Venny Rosalina, M.Sn, dosen Sendratasik Universitas Negeri Padang.
Menurut Abdullah Khusairi, buku “Salam Tubuh pada Bumi” memberikan gambaran bagi pembacanya tentang perjalanan Ery Mefri secara naratif dan informatif. Buku ini memberi informasi tentang proses kreatif Ery Mefri dalam menciptakan tari.
Dalam bedah buku yang dimoderatori pengamat seni Syuhendri, Abdullah Khusairi mencatatkan, meski tari karya Ery Mefri adalah kontemporer, namun akar budaya Minang dalam karya ciptanya tetap menjadi latar belakang. Begitu juga pada penamaan judul tarinya, tetap memakai idiom bahasa Minang.
"iIdom-idiom Keminangkabauan itu ditampilkan dalam bahasa gerak yang estetik dan komunikatif," jelasnya.
Dikatakan. selama 40 tahun berkarya dan telah tampil di lebih 30 negara di dunia, Ery Mefri telah menjadi duta budaya di pentas dunia.
Seni pertunjukan, khususnya tari, tambah Abdullah Khusairi, berperan sebagai media komunikasi yang tidak terbatas oleh bahasa atau ideologi. Banyak negara menggunakan seni tradisional mereka sebagai representasi identitas nasional di panggung internasional. Jepang, misalnya, menampilkan Kabuki dan Noh; India dengan Bharatanatyam dan Kathak. Namun, di Indonesia, pendekatan ini belum terlalu mendapat perhatian serius dari negara, padahal potensinya sangat besar,” pungkasnya.
Venny Rosalina, M.Sn, dosen Sendratadik Universitas Negeri Padang menyebutkan, dalam dunia kesenian, tidak semua jalan disediakan. Tidak semua panggung dibuka, buku "Salam Tubuh pada Bumi" tidak hanya menyajikan biografi seorang maestro, tetapi menghadirkan perjalanan spiritual, budaya, dan sosial yang membentuknya menjadi sosok pencipta yang teguh, mendiri, dan berakar kuat pada tempat tanahnya berpijak.
Sebagai maestro tari kontemporer dari ranah Minang. Karya-karya Ery Mefri menghadirkan satu gagasan yang sangat kuat dan relevan untuk siapa pun yang sedang berproses dalam dunia kreatif.
Venny yang juga seorang pencipta tari ini menggaris bawahi, dalam seni kontemporer penerimaan publik tidak berbanding lurus dengan seni tradisi. Makanya, banyak seni kontemporer tidak mendapat panggung yang luas. Akan halnya Ery Mefri, justru banyak menciptakan di luar.
Merilis kata-kata Ery Mefri, “Bila panggung tak disediakan, maka bangunlah panggung sendiri.”
Menurut Venny, ungkapan itu bukan sekadar slogan perlawanan, tetapi sebuah filosofi hidup dan etika.
Dipaparkan pula oleh Pimpinan komunitas Payung Sumatera Dance Theatre, buku ini juga menjadi catatan sejarah. Ada empat karya tari yang menjadi catatan istimewa dan tonggak sejarah bagi kiprah Ery Mefri dan kelompok Nan Jombang di kancah internasional. Keempat karya ini, Sarikaik, Rantau Berbisik, Sang Hawa dan Tarian Malam, telah mengelilingi panggung-panggung besar, di Australia, Eropa, Asia, dan Amerika. Karya ini dipentaskan puluhan kali dan membuka ruang dialog budaya yang mendalam antara Minangkabau dan dunia.
Dua karya pertama, Sarikaik dan Rantau Berbisik, menjadi kunci pembuka yang membawa nama Ery Mefri dikenal secara luas dalam jaringan seni pertunjukan dunia. Dua karya lainnya tercipta saat proses tour berlangsung: Sang Hawa”dan Malam.
Kedua karya ini lahir dari refleksi perjalanan, dialog lintas budaya, dan perenungan mendalam terhadap persoalan eksistensi manusia, sosial, dan spiritualitas perempuan.
“Bagi Ery, menari bukan hanya soal bentuk, melainkan tentang merawat ingatan, menyuarakan kegelisahan, dan menyampaikan doa-doa yang tidak bisa disampaikan dengan kata-kata,” pungkas Venny.
Bedah buku ini mendapat perhatian sangat luas dari kalangan seniman, budayawan dan pemerhati seni di SSumatera Barat.
Menurut Angga Mefri, Direktur Pertunjukan Nan Jombang Dance Company, acara bedah buku merupakan bagian dari kegiatan KABA Festival dan 40 tahun perjalanan Ery Mefri berkarya. (in).