Dr.Emeraldy Chatra
(Dosen Unand Padang)
padanginfo.com-Kemiskinan itu bukan hanya soal ada atau tidaknya pekerjaan dan pemasukan. Pekerjaan dan pemasukan/pendapatan itu hanya sebagian dari variabel kemiskinan.
Semua orang lahir dalam keadaan miskin, baju selembar pun tak punya. Tapi ada yang lahir dari keluarga kaya, ada juga yang lahir dari keluarga miskin.
Mereka yang lahir dari keluarga kaya beruntung dapat aneka fasilitas dan kemudahan. Sebaliknya yang lahir dari keluarga miskin mengalami berbagai kesulitan.
Apakah mereka yang lahir dari keluarga kaya juga akan jadi orang kaya? Belum tentu. Banyak yang kemudian jadi miskin. Sebaliknya banyak juga yang lahir dari keluarga miskin kemudian jadi kaya raya.
Dengan demikian ada variabel lain selain pekerjaan dan pendapatan yang menyebabkan orang jadi miskin.
Dua Variabel
Ada dua variabel lain, yaitu variabel *mental* dan variabel *lingkungan*.
Variabel mental berkaitan dengan pandangan hidup dan prilaku seseorang. Ada pandangan hidup dan prilaku yang membuat orang berada dalam status miskin.
Orang yang bermental miskin, sekalipun terlahir dari keluarga kaya, akan jadi miskin. Orang yang hidup di tengah lingkungan yang membenarkan mental miskin itu, akan miskin.
Sebaliknya orang yang punya mental kaya, sekalipun dari keluarga miskin, akan kaya. Ia akan kaya kalau berada di lingkungan kaya kalau punya mental kaya.
Mental itu berkaitan dengan pandangan hidup dan prilaku seseorang.
Orang bermental miskin memandang hidup sebagai kesempatan untuk meraup segala-galanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Ia punya keserakahan tinggi. Walaupun kenyataannya sudah banyak uang, secara mental ia tetap miskin dengan pandangan hidup seperti itu. Mungkin sekarang ia kaya, tapi ada waktunya ia akan jadi gembel.
Sebaliknya anak orang kaya yang punya mental kaya tidak terlalu berharap kepada warisan orang tuanya. Ia akan membangun dirinya sendiri, mempunyai prilaku orang kaya dan akan kaya atas inisiatif sendiri.
Seseorang disebut punya mental kaya kalau dalam pikirannya ia adalah orang yang selalu ingin memberi, bukan meminta apalagi meraup semuanya demi dirinya. Ia bukan orang serakah. Ia berpikir dan bekerja untuk dapat memberi kepada orang lain.
Orang-orang Yahudi kaya banyak yang punya mental kaya seperti itu. Mereka menggunakan uangnya untuk kepentingan orang banyak, tidak menikmatinya sendiri.
Rupert Murdoch, raja media, orang Yahudi, punya kekayaan melebihi kekayaan Ratu Elizabeth. Ia punya rumah mewah dan mobil-mobil mewah di berbagai kota besar di dunia.
Tapi ia tidak pernah tinggal di rumah itu dan tidak menggunakan mobil mewahnya. Ia selalu menginap di hotel bintang 3 dan naik taksi. Orang yang tidak kenal pasti tidak menyangka karena jasnya lusuh.
Lantas, untuk apa rumah dan mobil mewah itu? Katanya, untuk teman-teman yang berkunjung ke kota itu. Silahkan tidur di sana dan silahkan pakai mobil itu untuk keperluan Anda.
Satu lagi Yahudi bermental kaya yang mendonasikan kekayaannya dalam jumlah luar biasa adalah Warren Buffet. Warren Buffet adalah orang terkaya nomor tiga di dunia setelah Bill Gate.
Tahun 2006 ia mendonasikan 85% kekayaannya kepada lembaga filantropi yang didirikan Bill Gate.
Tahun 2023 ia juga mendonasikan 1,5 juta lembar sahamnya di Berkshire Hathaway Class "B" senilai US$541.5 juta sehingga ia menjadi pendonor terbesar di tahun itu.
https://www.businessinsider.com/warren-buffett-berkshire-hathaway-stock-donation-biggest-charity-gift-2024-1
Jadi orang bermental kaya bukanlah orang yang serakah, suka mengumpulkan uang untuk diri sendiri, dan pelit untuk berbagi.
Di Indonesia ini tidak mudah menemukan orang kaya bermental kaya seperti itu. Sudah jadi pengetahuan umum orang Indonesia umumnya bermental miskin. Oleh sebab itu alih-alih bersedekah banyak, mereka justru suka mengambil hak orang lain secara tidak sah dan melakukan korupsi dalam jumlah yang tidak lagi dapat dicerna dengan nalar.
Mental miskin itulah salah satu variabel ekonomi yang membuat rakyat kita banyak yang miskin. Orang-orang bermental miskin lebih suka mengumpulkan uang untuk diparkir dalam deposito daripada menginvestasikan atau mendonasikannya kepada orang lain yang membutuhkan.
Mental miskin ini paradox dari agama yang banyak dianut di Indonesia: Islam. Islam mengajar penganutnya punya mental kaya -- suka bersedekah, berinfak, berzakat dan berwakaf -- tapi kenyataannya prilaku umat justru bertolak belakang dari itu. Korupsi, pemerasan, keinginan disogok adalah bentuk tindakan yang berlawanan dengan ajaran Islam, tapi justru banyak yang melakukannya.