Notification

×

Iklan

Iklan

Menghambat Demokrasi, Diaspora di 12 Negara Gugat Threshold 20 Persen

Rabu, 05 Januari 2022 | 1/05/2022 WIB Last Updated 2024-09-08T10:33:23Z


padanginfo.com - JAKARTA -  Gugatan terhadap ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen bergaung sampai ke luar negeri. Anggota diaspora Indonesia yang bergabung dalam kelompok diskusi Forum Tanah Air (FTA) secara resmi mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi agar ambang batas dihapus dijadilan nol persen. 


Diaspora Indonesia yang mengajukan judicial review (JR) tersebar di 12 negara di beberapa benua, mulai dari Amerika Serikat, Eropa, Australia, dan Asia. 


Juru bicara  pemohon Tata Kesantra mengatakan, ide pengajuan judicial review (JR) ini awalnya muncul dalam diskusi-diskusi kecil di Forum FTA. Kemudian dibahas lagi dalam diskusi akhir tahun dalam kaleideskop Hukum dan HAM bersama Refly Harun dan Haris Azhar. 


Diskusi berlanjut dalam Kaleideskop Politik bersama Rocky Gerung, Fadli Zon dan Mardani Ali Sera. ''Setelah itu saya hubungi Refly Harun untuk meminta arahan tentang pengajuan dari teman-teman FTA. Karena yang bisa mengajukan JR itu perseorangan atau badan hukum maka kami mengajukan atas nama perseorang secara bersama sama, karena FTA tidak berbadan hukum Indonesia,” kata Tata Kesantra melalui pesan singkat WhatsApp. 


Permohonan JR tersebut diajukan pada hari Jumat (31/12/2021) pukul 22.00 WIB. Kemudian dibuat dan ditandatangani oleh panitera MK pada hari Senin (3/1/2022) pukul 16.41 WIB. 


Diaspora mulai dari Amerika Serikat, UK, Eropa, Timur Tengah, Asia Pasifik, hingga Australia memberi kuasa kepada pengacara Tata Negara Refly Harun& Parners serta Denny Indrayana Law Firm (Indrayana Center for Goverment, Constitution, and society) untuk mewakili gugatan ke Mahkamah Konstitusi. 


Diaspora Indonesia ini punya latar belakang sosial bermacam-macam mulai yang bekerja di kantor pusat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), di kantor Parlemen Eropa, pengusaha, profesional, karyawan swasta, sampai buruh migran (TKI), pensiunan, dan ibu rumah tangga. 


Dari segi usia anggota diaspora bervariasi dari milenial yang berusia 28 tahun hingga yang berusia 75 tahun, semua bersama-sama meminta agar aturan tentang PT 20 persen dibatalkan menjadi 0 persen, untuk menjamin berjalannya demokrasi di tanah air. 


“Tidak ada satu pun negara demokrasi menerapkan ambang batas dalam pencalonan presiden,” ujar Tata dalam rilisnya. 


Lebih lanjut dikatakan, aturan tentang PT dalam pasal 222 UU No 7 tahun 2017 bertentangan dengan beberapa pasal dalam UUD 1945, antara lain Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (5), yang tidak mengandung ketentuan tentang ambang batas. 


“Ketentuan tentang PT 20 Persen membatasi munculnya calon-calon presiden dan ini menghambat demokrasi,” katanya. 


Konstitusi menjamin bahwa rakyat Indonesia dalam setiap lima tahun diberi kesempatan untuk memilih calon-calon pemimpin yang amanah dalam memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara, karena kedaulatan ada ditangan rakyat. 


Kedaulatan bukan ditangan partai atau segelintir elite yang berkedok membela kepentingan bangsa dan negara, tetapi akhirnya menjadikan bumi dan kekayaan alam Indonesia sebagai bancakan bersama. 


Diaspora Indonesia sangat merindukan pemimpin yang berpihak kepada rakyat. 


“Untuk itu Diaspora Indonesia berharap agar seluruh anak bangsa bersama-sama menuntut hak konstitusionalnya, dan mengembalikan kedaulatan ditangan rakyat, dengan mendukung JR sebagai salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk mendapatkan pemimpin yang amanah, membawa bangsa dan negara Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur serta disegani dalam pergaulan Internasional,” tegasnya. 


Diaspora adalah perantau atau orang yang meninggalkan tanah kelahirannya untuk pergi ke negara lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik ketimbang di daerah atau di negaranya sendiri.


Berikut daftar diaspora Indonesia yang menggugat PT 20 persen: 


1.Tata Kesantra, karyawan swasta, tinggal di New York USA 

2.Ida Irmayani, karyawan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tinggal di New York USA 

3.Sri Mulyani Masri, karyawan swasta, tinggal di New Jersey, USA 

4.Safur Baktiar, karyawan swasta, tinggal di Pennsylvania, USA 

5.Padma Anwar, karyawan swasta, tinggal di New Jersey, USA 

6.Christcisco Komari, karyawan swasta, tinggal di California, USA 

7.Krisna Yudha, karyawan swasta, tinggal di Washington, USA 

8.Eni Garniasih Kusnadi, karyawan swasta, tinggal di California, USA 

9.Novi Karlinah, karyawan swasta, tinggal di California, USA 

10.Nurul Islah, dental ceramist, tinggal di Washington, USA 

11.Faisal Amini, Restorative Nurse, tinggal di Washington, USA 

12.Muhammad Maudy ALwi, konsultan aset dan keuangan, tinggal di Bonn Jerman 

13.Marnila Buckingham, ibu rumah tangga, tinggal di West Sessex UK (Inggris) 

14.Deddy Heyder Sungkar, wiraswasta, tinggal di Amsterdam, Netherland 

15.Rahmatiah, karyawan swasta, tinggal di Paris, Perancis 

16.Mutia Sauni Fisher,ibu rumah tangga, tinggal di Switzerland 

17.Karina Ratana Kanya, ibu rumah tangga, tinggal di Singapore 

18.Winda Oktaviana, buruh migran Taiwan, tinggal di Taiwan 

19.Tunjiah Binti Dul Warso, buruh migran Hongkong, tinggal di Kowloon Hongkong 

20.Muji Hasanah, buruh migran Hongkong, tinggal di Hongkong 

21.Agus Riwayanto,karyawan swasta, tinggal di Hiroekimae Jepang 

22.Budi Satya Pramudia, wiraswasta, tinggal di Western Australia, Australia. 

23.Jumiko Sakarosa, ibu rumah tangga, tinggal di Western Australia, Australia 

24.Ratih Ratna Purnami, pensiunan, tinggal di Western Australia, Australia 

25.Fatma Lenggogeni, karyawan swasta, tinggal di New South Wales, Australia 

26.Edwin Syafdinal Syafril, karyawan swasta, tinggal di Qatar 

27. Agri Sumara, karyawan swasta, tinggal di Qatar. (*)


×
Berita Terbaru Update